GridPop.ID - Tantangan hidup yang tak mudah membuat orang harus bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan.
Terlebih lagi bagi mereka yang tergolong kurang mampu sehingga harus bekerja tanpa mengenal waktu.
Kerja keras tersebut dialami oleh tukang becak di jalan Erlangga Tengah, Pleburan, Kora Semarang, bernama Chodirun.
Dikutip dari Tribun Jateng, (2/6/2018), saat itu Chodirun sudah tidak mendapatkan penumpang selama dua pekan.
Karena keadaan itu, Chodirun sampai tidak pulang ke rumah dan rela tidur di trotoar untuk berjaga-jaga kalau ada penumpang.
Diketahui, istriny juga sudah meninggal sedangkan dirinya harus menghidupi cucunya.
Baca Juga: Sering Jadi Korban Bully, Putri Mayangsari Rindukan Sosok Ini, Ada Apa?
"Saya ingin menghidupi cucu saya, kalau menarik becak sedang tidak dapat diandalkan, saya mengumpulkan sampah-sampah yang nantinya dapat didaur ulang dan dijual lagi," ungkapnya.
Beruntung, fisik sehat dan kuart Chodirun masih mendukung untuk bekerja.
Serupa tetapi berbeda dengan Chodirun, seorang tukang becak di kawasan Pasar Beringharjo dan Taman Budaya Yogyakarta (TBY) bernama Wawan punya nasib berbeda.
Dilansir dari Kompas.com, (3/8/2019), Wawan tak putus asa menawarkan jasanya kepada orang-orang yang melintas dengan sumringah.
Padahal dari pagi sampai siang, ia belum mendapatkan satu pun penumpang.
"Nama saya Wawan Setiawan. Wah hari ini masih sepi mas," ujar Wawan Setiawan saat ditemui di tempat mangkalnya di seberang TBY, Jumat (2/8).
Becak milik Wawan memang nampak berbeda dengan lainnya, di mana ada dua buah kruk di sisi kanan becak.
Kruk penyangga kaki tersebut ternyata untuk membantunya berjalan karena kaki kanan Wawan sudah diamputasi.
Namun meski dengan keterbatasan fisik, pria 48 tahun ini tetap semangat mencari nafkah dengan menjalankan profesinya sebagai tukang becak.
Setiap kali mengantar penumpang, Wawan mengayuh becaknya dengan kaki kirinya padahal becaknya tanpa dimodifikasi.
"Kalau ngayuh becak dengan satu kaki. Ya berat, tapi tidak masalah, karena sudah terbiasa mas," ungkapnya.
Meski hanya dengan satu kaki, Wawan mengaku masih sanggup untuk mengantar dua penumpang sekaligus bahkan sampai melintasi jalan menanjak di Yogyakarta.
Menekuni becak sejak 1990, Wawan menarik becak pertama kali di Magelang, Jawa Tengah, baru pindah ke Yogyakarta.
Tak ada pilihan lain selain menjadi tukang becak karena Wawan harus menghidupi istri dan anaknya yang berusia 2 tahun.
Wawan mengontrak di daerah Tahunan, Kecamatan Umbulharjo, Kota Yogyakarta. Setiap bulan, wawan harus membayar sewa Rp 600.000.
"Prinsip saya satu, bekerja apapun asal tidak merugikan orang lain," kata Wawan.
Setiap hari, dari pagi sampai siang hari, Wawan mangkal di seberang TBY. Tetapi, saat sore hari ia berpindah tempat di seberang Pasar Beringharjo.
"Saya kadang sampai jam 2 pagi baru pulang. Kadang malam sampai tidur di becak juga, ya sambil nunggu penumpang," bebernya.
Penghasilanya sebagai tukang becak pun tidak menentu. Terkadang, di hari libur, ia bisa membawa uang untuk keluarganya.
Namun, terkadang Ia juga harus rela pulang dengan tangan kosong, karena tidak mendapat penumpang.
"Kadang dapat, kadang tidak, Ya kalau ramai liburan sehari bisa dapat Rp 50.000 sampai Rp 100.000. Ya bagi saya, berapapun, cukup tidak cukup tetap harus disyukuri," tandasnya.
Meski demikian, ada juga penumpang yang baik hati. Terkadang ada penumpang yang tidak mau diberi uang kembalian, bahkan memberikan uang lebih kepada Wawan.
Dulu, Wawan menyewa becak untuk mencari nafkah. Ia harus membayar Rp 10.000 untuk sewa becak setiap harinya hingga bertekad untuk memiliki becak sendiri.
Ia akhirnya menyisihkan uang penghasilanya untuk ditabung. Setelah beberapa tahun, uang tabungan itu digunakanya untuk membeli becak.
"Nabung sebisanya mas, kadang Rp 1.000 kadang ya Rp 5.000. Satu tahun lalu, Saya bisa beli becak ini, harganya Rp 700.000," tuturnya sambil tersenyum.
Dulu, Wawan tinggal bersama kedua orangtuanya di Magelang, Jawa Tengah. Namun saat kecil, orangtuanya meninggal dunia.
"Orangtua meninggal karena sakit. Saat itu saya usia 3 tahun," ungkapnya.
Di saat anak-anak usianya asyik bermain, Wawan terpaksa harus mencari nafkah dengan berjualan koran, menjadi tukang semir sepatu di jalanan Magelang, Jawa Tengah.
"Saya tidak sekolah, umur 7 tahun hidup di jalan, cari uang agar bisa makan. Pokoknya cari uang, tapi yang tidak merugikan orang lain," tegasnya.
Wawan mengatakan, musibah hingga kaki kananya harus diamputasi terjadi saat di Magelang. Saat itu, pada malam hari ia hendak menuju Yogyakarta.
Saat berjalan kaki, ia terperosok ke dalam lubang sedalam lutut orang dewasa. Lubang tersebut ternyata bekas orang membakar sampah.
"Tahun 2013 Saya jatuh, langsung tidak sadarkan diri, tahu-tahu sudah di rumah sakit. Cerita orang yang menolong, saya jatuh di lubang bekas orang bakar sampah dan masih panas," kata Wawan.
Akibat kejadian itu, kaki kanan dan kirinya mengalami luka bakar. Ia pun harus dirawat di rumah sakit selama beberapa hari.
Keluar dari rumah sakit, Wawan langsung menjalankan profesinya sebagai tukang becak. Sebab, ia harus tetap mencari nafkah.
Menurut Wawan, kakinya sering terasa sakit saat mengayuh becak. Namun, karena tidak ada biaya, rasa sakit itu ditahanya dan terus menarik becak.
Baca Juga: Sembunyikan Sebab Cerainya dengan Gisel, Gading Takut Sahabatnya Jengkel ke Mantan Istri, Ada Apa?
Pada tahun 2014, ada yang melihat kondisi Wawan. Orang tersebut lantas menawari bantuan agar Wawan berobat di rumah sakit.
"Amputasinya tahun 2014 di Hardjolukito (RSPAU dr S Hardjolukito), dibiayai oleh sedekah rombongan. Saya dirawat 16 bulan, ya bersyukur dibantu," kata Wawan.
Wawan mengatakan, meski mengayuh dengan satu kaki, ia tidak ingin mengganti becak kayuh dengan becak motor.
"Tidak mau ganti bentor, karena belum ada izin. Ya kalau becak listrik, tidak apa-apa," pungkasnya.(*)