GridPop.ID - Prabowo Subianto telah resmi menjabat sebagai Menteri Pertahanan RI di Kabinet Presiden Joko Widodo periode II.
Rekam jejaknya selama di dunia militer tak bisa dipandang sebelah mata yang membuatnya bisa menduduki jabatan tinggi.
Di balik jabatan Prabowo Subianto menjadi Menteri Pertahanan, rupanya ada kisah menarik dan unik untuk dikulik.
Diberitakan Tribun Cirebon, Prabowo Subianto ternyata pernah 'disumpahi' Letjen TNI (Purn) Sintong Panjaitan.
Hal itu tertuang pada buku berjudul "Perjalanan Seorang Prajurit, Para Komando, Sintong Panjaitan" karya Hendro Subroto.
Pada buku tersebut dikisahka, semua berawal dari hubungan Prabowo yang memburuk dengan Sintong Panjaitan ketika masih sama-sama aktif di militer.
Saat itu pada 5 Mei 1985, Letjen TNI (Purn) Sintong Panjaitan sudah menjabat sebagai Komandan Kopassandha tetapi belum dilantik.
Kolonel Bambang Sumbodo, Asisten 3/Personel, melaporkan bahwa seharusnya Prabowo Subianto selaku Wakil Komanda Detasemen-81/Antiteror sudah pindah dari Kopassandha ke Kostrad berdasarkan surat perintah KSAD yang sudah lama diterimanya.
Kala itu, Sintong Panjaitan terkejut setelah sadar bahwa surat itu ditandatangani KSAD Jenderal TNI Rudini pada saat Brigjen TNI Wismoyo Arismunandar menjabat sebagai Komandan Kopassandha.
"Mengapa Prabowo belum dipndahkan ke Kostrad oleh Pak Wismoyo Arismunandar?" tanya Sintong Panjaitan kepada Kolonel Bambang, seperti tertuang dalam narasi buku yang ditulis Hendro Subroto tersebut.
Sebagai tindak lanjut, Sintong Panjaitan memerintahkan asisten personel untuk membuat surat perintah pemindahan Prabowo dari Kopassandha ke Kostrad.
Adapun Sintong Panjaitan langsung menandatanganinya.
Kepada penulis, Sintong Panjaitan mengatakan, ia tidak tahu-menahu tentang awal mula pemindahan Prabowo.
Baca Juga: Hampir Ketinggalan Pesawat, Anang Hermansyah Omeli Ashanty Saat di Bandara: Ya, Jalan Saja Sendiri
Pasalnya, pada waktu itu ia baru dari Pusdik Kopassandha di Batujajar, Bandung Barat, ke Mako Cijantung, Jakarta.
Dasar pemindahan Prabowo yang dilakukan oleh Sintong Panjaitan, semata melaksanakan surat perintah KSAD yang sudah lama disimpan di arsip asistern personel Kopassandha.
Jabatan Prabowo pada waktu itu adalah Wakil Komandan Detasemen-81/Antiteror yang bukan merupakan jabatan teras dalam jajaran Kopassandha.
Seharusnya setelah menerima surat perintah pemindahan, Prabowo cukup melapor kepada atasannya langsung, kala itu atasan Prabowo adalah Letkol Luhut Panjaitan.
Menurut prosedur yang berlaku, mereka yang dapat melakukan corps' report kepada Komandan Kopassandha setelah menerima surat perintah pemindahan ialah para asisten, komandan grup, komandan detasemen, dan kepala dinas.
Namun, kala itu, Prabowo tetap bersikukuh meminta waktu untuk corps' report. Meskipun hal tersebut berlawanan dengan prosedur.
Letjen TNI (Purn) Sintong Panjaitan Terima Prabowo
Pada waktu itu, Sintong Panjaitan pun menerima Prabowo di ruang kerjanya.
Ketika bertemu Sintong Panjaitan, Prabowo langsung bertanya mengapa ia dipindahkan dari Kopassandha ke Kostrad.
Dalam sejarah Korps Baret Merah, belum pernah terjadi seorang anggota menanyakan kepada atasan mengapa ia dipindahkan.
Menurut Sintong Panjaitan, di kalangan Korps Baret Merah, komandan sangat disegani oleh anak buahnya. Tidak seorang pun yang berani menanyakanmengapa ia dipindahkan.
"Kalau anak buah Prabowo berani menanyakan hal serupa padanya, ia pasti langsung dipecat pada saat itu juga oleh Prabowo. Lantas bagaimana dengan anggota Kopassandha yang dipindahkan ke Merauke? Pemindahan Prabowo ke Yonif 328/Raiders Kostrad, ibaratnya hanya pindah pagar saja," kata Sintong Panjaitan.
Lengket dengan Keluarga Cendana, dan Awal Mula Terucap 'Sumpah' Sintong Panjaitan pada Prabowo
Menurut Sintong Panjaitan, Setelah menikah dengan Siti Hediyanti Hariyadi, atau Titiek Soeharto, hubungan Prabowo dengan sang ayah mertua, Soeharto sangat dekat.
Adapun Prabowo yang semula idealis dan selalu berbicara tentang teknik, taktik, dan peningkatan mutu kesatuan serta masalah kualitas militer, kemudian berubah pandangan ke arah kenegaraan, pemerintahan, dan kekuasaan.
Menurut Sintong Panjaitan, kala itu, Prabowo mulai banyak berhubungan dengan politisi.
Sebenarnya menurut tradisi militer, pertanyaan tentang pemindahan dari satu kesatuan ke kesatuan lain itu tidak pantas disampaikan, sehingga mengakibatkan Sintong Panjaitan menjadi sangat kaget dan tersinggung.
"Kami prajurit, saya tidak pandang kamu anaknya siapa. Selama kamu di tentara, kamu harus turut aturan-aturan yang tentara. Kalau kamu tidak mau, kamu bisa saja keluar dari tentara lalu masuk Partai," kata Sintong Panjaitan kepada Prabowo kala itu.
Selain itu, Sintong Panjaitan menambahkan, sebagai anggota partai, orang bisa jadi bermacam-macam.
"Mungkin di masa datang kamu bisa jadi Menteri Pertahanan. Saya akan menghormati kamu. Itu tidak menjadi masalah bagi saya," kata Sintong Panjaitan pada Prabowo.
Ucapan itu, bercermin dari seorang Letnan Dalam Angkatan Bersenjata di Kerajaan Belanda yang keluar dari dinas militer, kemudian meniti karier politik dan bisa menjadi Menteri Pertahanan.
Seusai pembicaraan itu, Sintong Panjaitan memerintahkan Prabowo kembali ke tempat.
"Ia memberi hormat dengan sigap seperti layaknya seorang tentara profesional, kemudian ia meninggalkan ruangan. Sejak saat itulah hubungan antara saya dan Prabowo yang semula sangat baik menjadi putus," kata Sintong Panjaitan.
Kala itu, Sintong mencatat sikap Prabowo sebagai bentuk mempertanyakan perintah yang diberikan atasan kepada perwiranya.
"Saya seorang prajurit, sehingga saya akan melaksanakan tugas sesuai dengan aturan tentara yang berlaku. Perintah atasan tidak dapat ditawar dan hanya dilaksanakan," kata Sintong Panjaitan.
Diberitakan dari Kompas.com, seorang pakar meneliti mengapa Prabowo Subianto bisa menjadi menteri di era Joko Widodo.
Kepala Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia Aditya Perdana menilai, sikap Prabowo dan Gerindra merupakan hal yang wajar dan alamiah dalam politik.
"Pertimbangannya pasti matang, meskipun pasti akan dicibir oleh banyak orang, banyak kelompok, termasuk kelompok-kelompok pendukungnya Beliau. Itu semuanya pasti kan akan berpandangan negatif ya," kata Aditya, saat dihubungi, Selasa (22/10/2019).
Selain itu, ia menilai, ada dua alasan di balik merapatnya Gerindra ke barisan kekuasaan.
Pertama, menurut Aditya, dengan berada di lingkar kekuasaan, Gerindra sedang mempertahankan eksistensinya sebagai partai politik untuk periode 5 tahun ke depan.
Alasan kedua, menurut Aditya, menunjukkan ambisi Prabowo Subianto untuk membereskan permasalah pertahanan dan keamanan yang ada di Indonesia. (*)