GridPop.ID - Menjabat sebagai Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini tentu sering mencuri perhatian banyak orang.
Tak jarang nama Risma selalu menorehkan prestasi yang tak kalah membanggakan karena tangan dinginnya di kursi pemerintahan.
Namun siapa sangka di balik ketenarannya, Risma ternyata pernah berulang kali mendapatkan ancaman pembunuhan.
Beruntungnya, Risma bisa lolos dari sejumlah cobaan pembunuhan yang mengincar dirinya.
Dikutip dari Surya.co.id, hal ini diceritakan oleh Risma di acara Creative Lab dalam rangka memperingati Hari Perempuan International 2020.
Acara ini digelar oleh salah satu media daring nasional di Kota Surabaya, Jawa Timur, pada Sabtu (7/3/2020).
Menurut Risma, ancaman pembunuhan terhadap dirinya itu terjadi ketika dirinya masih menjabat Kepala Bagian (Kabag) Bina Pembangunan Kota Surabaya sekitar tahun 2002.
Ceritanya berawal saat Risma menggagas sistem daring untuk pengadaan atau e-procurement.
Sistem ini untuk memudahkan kinerja monitoring pelaksanaan kegiatan pembangunan melalui proyek-proyek yang ada.
Ancaman pembunuhan itu disadari Risma ketika secara mendadak ada truk yang melaju kencang menuju arahnya.
Beruntung, Risma refleks menghindar dan melompat ke samping tempatnya berdiri, sampai akhirnya bagian kepalanya membentur aspal.
Tak berhenti di situ, ancaman yang dialami Risma terus berlanjut tatkala dirinya sempat menitipkan anaknya yang masih usia sekolah ke gurunya.
Bahkan, ada ular misterius yang masuk ke rumahnya saat dia masih kerja.
Kemudian ular tersebut diusir oleh anaknya yang kedua.
"Anak saya nomor dua itu indigo. Jelang Maghrib ada ular, itu bukan mamaku itu, kamu pulang aja. Balik ularnya, itu kata dia," ujar Risma.
Kendati berulang kali mengalami hal kurang mengenakan, Risma mengambil pelajaran dari ancaman yang dialaminya.
Kejadian tersebut dilewati Risma secara perlahan hingga menegaskan ancaman dan tantangan harus dihadapi.
Risma menyebut bahwa tidak perlu takut untuk menghadapi berbagai tantangan, terlebih katanya, banyak yang bisa dilakukan oleh seorang perempuan.
Ia pun menilai bahwa anggapan perempuan itu lemah harus dihilangkan.
"Kita harus berani ambil sikap. Kita masih bisa. Itu pengalaman saya" kata Risma.
Sementara itu, berkaca dari Risma sebagai sosok perempuan yang bisa berjaya tentu bisa jadi sejarah tersendiri.
Prestasi Risma di dunia kepemimpinan pun seolah menggambarkan bagaimana gerakan perempuan sudah maju dari dahulu kala.
Hal itu dibuktikan tepat pada hari ini, 8 Maret 2020 merupakan Hari Perempuan Internasional.
Pada 111 tahun yang lalu, tepatnya 8 Maret 1909 merupakan momen pertama kali Hari Perempuan Internasional dideklarasikan.
Dikutip dari Kompas.com, Hari Perempuan Internasional muncul sejak 1908 yang bermula dari gerakan buruh yang kemudian diakui Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Saat itu sebanyak 15.000 perempuan berbaris di New York City menuntut jam kerja yang lebih pendek, upah yang lebih baik, dan hak untuk memilih.
Setahun kemudian, pada 1909, Partai Sosialis Amerika mendeklarasikan Hari Perempuan Nasional pertama.
Gagasan untuk menjadikan hari internasional datang dari seorang perempuan bernama Clara Zetkin.
Dia menyarankan gagasan itu pada 1910 di Konferensi Internasional tentang Pekerja Perempuan di Kopenhagen, Denmark.
Konferensi tersebut dihadiri 100 wanita dari 17 negara dan mereka semua menyetujui saran Clara.
Hari Perempuan Internasional dirayakan pertama kali pada 1911 di Austria, Denmark, Jerman, dan Swiss.
PBB baru meresmikan pada tahun 1975. Pada 1996, tema pertama yang diadopsi oleh PBB pada adalah "Merayakan Masa Lalu, Merencanakan Masa Depan."
Hari Perempuan Internasional telah menjadi tanggal untuk merayakan seberapa jauh perempuan telah berperan di masyarakat, politik, dan ekonomi.
Ditetapkannya tanggal 8 Maret merupakan penyesuaian kalender Julian ke kalender Gregorian.
Pada saat pemogokan buruh perempuan terjadi adalah tanggal 23 Februari 1917, namun dalam kalender Gregorian adalah 8 Maret. (*)