Ida menyaksikan ragam barang: Kain katun, bahan-bahan dari kulit pohon, anyaman tikar, anyaman keranjang, hingga parang dan peralatan logam lainnya.
Seorang Dayak pemburu kepala di Borneo sekitar 1900-1912.
Setiap satu atau dua tahun sekali the Dayak Iban menyelenggarakan adat Gawai Autu untuk menghormati arwah leluhur yang dipercaya berada disekeliling kepala yang tergantung di rumah mereka.
Dalam upacara adat itu mereka berharap mendapatkan berkah dan keberuntungan.
Ida berkisah tentang orang-orang Dayak pada masa itu—yang barangkali tak jauh berbeda dengan budaya mereka kini.
Leher dan dada para lelakinya berhiaskan manik-manik kaca, kerang, dan gigi beruang madu.
Pergelangan lengan dan kaki berhiaskan gelang kuningan. Kuping mereka ditindik, dan kadang berhias selusin lebih gelang.
“Beberapa dari mereka mengenakan gelang yang bertatakan kerang putih yang bernilai lebih,” ungkapnya.
“Namun, perhiasan paling mewah adalah kalung dan gelang tangan dari gigi manusia.”
Namun, ungkap Ida, para perempuannya tampak lebih sederhana dalam perhiasan.
Mereka tak beranting, tak bergigi beruang, dan sangat sedikit manik-manik.
Mereka mengenakan semacam semacam korset seukuran sejengkal tangan yang berhias ornamen kuningan dan cincin kelam.