GridPop.ID - Sosok Soeharto tak akan pernah luntur dari sejarah Indonesia.
Namanya sempat duduki jabatan presiden selama 32 tahun.
Ya, 32 Tahun memimpin, Presiden Soeharto sangat dikenal masyarakat Indonesia hingga kini.
Siapa yang menyangka kisah Soeharto sebelum menjadi Jenderal TNI dan Presiden kedua Indonesia merupakan orang yang berangkat dari desa kecil.
Sebelum menjadi Presiden RI, Soeharto merupakan seorang tentara.
Banyak orang mengetahui bahwa Soeharto menjadi tentara sejak zaman perang kemerdekaan RI, zaman Soekarno, hingga kemudian menjadi presiden.
Pangkat terakhir Soeharto adalah jenderal.
Tapi yang menjadi pertanyaan menarik, apa pekerjaan Soeharto sebelum menjadi tentara?
Awalnya, Soeharto merupakan pegawai bank, sebelum akhirnya tertimpa apes.
Ini cerita tentang masa muda dan pekerjaan Soeharto sebelum menjadi tentara dan presiden.
Meski bapak dan ibu kandungnya tak rukun dan terlilit berbagai masalah (terutama masalah ekonomi), Soeharto yang beranjak remaja tetap banyak yang menyayangi serta memperhatikan.
Kalaupun ada yang beda dari sosok Soeharto dibandingkan dengan anak lain yang punya keluarga normal, itu adalah sifatnya yang cenderung pendiam dan tertutup.
Semasa sekolah, Soeharto yang terkenal rajin dan murah senyum ini termasuk lumayan gampang bergaul.
Namun, teman yang benar-benar akrab dengannya hanya sedikit!
Sehari-hari, dia lebih banyak menghabiskan waktunya buat bertani.
Soeharto yang sangat mengagumi pakliknya, Prawirohardjo, paling jago menanam bawang bombai dan bawang putih.
Setelah lulus SD, Soeharto meneruskan ke Schakel School, sebuah sekolah menengah pertama di Wonogiri.
Karena jaraknya jauh dari rumah buliknya, dia pun harus pindah.
Demi bisa terus sekolah, Soeharto rela menumpang tinggal di rumah kakak Sulardi, sahabatnya, di Selogiri.
Soeharto dan Sulardi dapat jatah sekamar berdua.
Belum lama tinggal di sana, kakak Sulardi cerai dengan suaminya.
Terpaksa Soeharto mencari tempat "numpang tidur" yang baru.
Oleh bapaknya, Soeharto dititipkan pada sahabatnya, Hardjowijono.
Seorang pensiunan yang enggak dikarunia anak, yang tinggal di Wonogiri.
Pada 1939, Soeharto menamatkan sekolah menengah pertamanya.
Menjelang ujian kelulusan, gelombang protes bangsa Indonesia terhadap penjajahan pemerintah kolonial Belanda tambah kencang.
Saat itu, Soeharto tak peduli lantaran sedang berkonsentrasi penuh pada ujian kelulusan.
Setelah tamat, Soeharto memutuskan kembali ke Wuryantoro, tempat buliknya (tante).
Soeharto kembali ke sana karena bapaknya tak mampu membiayai melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi.
Maka, Soeharto berniat meminta tolong dicarikan pekerjaan oleh pakliknya (paman).
Berhasil!
Soeharto muda akhirnya berkerja sebagai juru tulis di sebuah bank desa.
Seragam kerjanya blangkon, beskap dan sarung.
Gara-gara seragam kerja inilah Soeharto ketiban apes.
Ceritanya, sarung yang dipakenya tiap hari udah lusuh.
Terus, ia dipinjami oleh buliknya sarung kesayangannya.
Sarung-sarung itu ternyata enggak sengaja nyangkut di jari-jari sepeda yang sedang ia tunggangi.
Peristiwa itu mengakhiri karier Soeharto sebagai juru tulis bank desa.
Cari Peruntungan ke Solo dan Tentara Belanda
Karena menganggur, Soeharto mencoba peruntungan ke Solo.
Sebab saat itu, seorang teman menginformasikan bahwa Angkatan Laut Belanda sedang mencari juru masak.
Tapi, ternyata begitu sampai di Solo, lowongan yang dimaksud tidak ada.
Dengan kecewa, Soeharto kembali ke Wuryantoro.
Dia bekerja serabutan, dari ikut membangun langgar sampai membersihkan selokan air, supaya bisa menyambung hidup.
Tidak lama, Soeharto mendengar informasi lowongan kerja lagi.
Kali ini lowongan bergabung dengan Angkatan Perang Belanda (KNIL).
Daripada tidak ada pekerjaan tetap, pada 1 Juni 1940 Soeharto mantap mendaftar sebagai prajurit.
Soeharto mendapat pelatihan kemiliteran yang superkeras.
Tiap hari dari subuh sampai larut malam, tidak henti-hentinya digembleng fisik dan mental.
Soeharto tidak merasa tertekan.
Kehidupan masa kecilnya yang serba tak pasti, justru membuatnya kepincut dengan disiplin keras dan keteraturan yang diajarkan di sana.
Makanya, Soeharto sukses lulus sebagai kadet terbaik di angkatannya.
Selesai pelatihan, Soeharto dikirim ke Batalyon XIII di Rampal, Malang.
Pada 2 Desember 1940, dia diberi gelar kopral.
Kemudian dia dikirim ke Gombong buat menjalani latihan lanjutan. Dan, begitu lulus dinaikkan pangkatnya jadi sersan.
Baru saja menyandang gelar sersan, tahu-tahu Jepang merapat ke Indonesia.
Jepang menyerang Belanda untuk merebut Indonesia.
Belanda kalah, karier Soeharto sebagai prajurit ikut terhenti.
Dia lalu memutuskan pergi ke Yogyakarta, mencari pekerjaan baru.
Di Yogyakarta, awalnya Soeharto belajar mengetik supaya punya bekal mencari kerja lain.
Tidak lama kemudian, dia jatuh sakit.
Saat dia sedang memulihkan kesehatannya, dia membaca pengumuman bahwa satuan polisi Jepang, Keibuho, membuka lowongan.
Langsung Soeharto mendaftar.
Diterima di Keibuho, karier Soeharto cepat melesat.
Performanya yang bagus tercium ke mana-mana.
PETA atau Pembela Tanah Air, sebuah kekuatan sosial yang didirikan oleh putra-putri negeri untuk memperjuangkan kemerdekaan Indonesia, membujuk Soeharto bergabung.
Terdorong rasa patriotisme yang besar, Soeharto setuju dan mulai melakukan "dualisme": tetap jadi anggota Keibuho, namun diam-diam ikut PETA.
Dari PETA inilah karier militer dan politik Soeharto di Indonesia bergulir.
Sampai klimaksnya, dia bisa jadi Presiden ke-2 Rl dan berkuasa selama 32 tahun.
(*)