Find Us On Social Media :

Jadi Salah Satu Tokoh Penting di Balik Kemerdekaan RI, Ini Dia Profil Sosok Fatmawati, Ibu Negara Pertama yang Menjahit Sang Saka Merah Putih

By None, Minggu, 16 Agustus 2020 | 17:20 WIB

Fatmawati

GridPop.ID - Sosok Fatmawati tentunya sudah tak asing lagi.

Fatmawati adalah Ibu Negara pertama RI ini tak bisa dilepaskan kala kita mengingat perjuangan awal kemerdekaan Indonesia pada 1945.

Fatmawati adalah sosok di balik bendera Merah Putih yang berkibar saat proklamasi kemerdekaan Indonesia, 17 Agustus 1945.

Fatmawati dilahirkan pada 5 Februari 1923 di Bengkulu.

Baca Juga: Ternyata Bukan Fatmawati yang Temani Soekarno di Detik-detik Terakhir Hidupnya, Sosok Inilah yang Setia Dampingi Sang Proklamator Sampai Akhir Hayat

Ketika ia lahir, ada dua nama yang akan diberikan kepadanya, yaitu Fatimah yang berarti bunga teratai dan Siti Djabaidah, yang diambil dari nama salah satu istri Nabi Muhammad SAW.

Kedua nama itu ditulis pada dua carik kertas kemudian digulung dan diundi.

Pilihan pun jatuh kepada nama Fatimah, nama yang kita kenal sampai saat ini.

Harian Kompas, 16 Mei 1980 memberitakan, Fatmawati pertama kali bertemu dengan Bung Karno pada 1938.

Baca Juga: Detik-detik Terakhir Bung Karno Tak Dijenguk Hingga Tak Ditemani Fatmawati, Istri Pertama Presiden Hanya Bisa Pasrah saat Tahu Suaminya Bakal Tiada Hingga Beri Pesan Ini untuk Anak-anaknya

Saat itu, ia diajak oleh ayahnya Hassan Din untuk menemui Bung Karno yang tengah dibuang ke Bengkulu.

"Cinta pada pandangan pertama" mungkin ungkapan yang tepat untuk menjelaskan awal munculnya benih cinta di antara Bung Karno dan Ibu Fatmawati.

"Masih kuingat aku mengenakan baju kurung merah hati dan tutup kepala voile kuning dibordir," kata Fatmawati saat melukiskan pertemuan pertamanya itu dalam buku yang ditulisnya, Catatan Kecil Bersama Bung Karno (1970).

Pertemuan itu menggetarkan hati Bung Karno dan ingin menikahi Fatmawati.

Baca Juga: Dikenal Sabar, Ashanty Syok Diprotes Putri Kecilnya yang Ngaku Takut Gegara sang Bunda Sering Ngamuk-ngamuk Tak Jelas, Arsy: Matanya Sampai Copot!

Hal tersebut disampaikan langsung oleh Bung Karno dua tahun kemudian, ketika Fatmawati meminta nasihatnya sehubungan dengan adanya seseorang yang meminangnya.

Fatmawati pun akhirnya menikah dengan Bung Karno pada Juli 1943.

Setahun setelah pernikahannya itu, Jepang menjanjikan kemerdekaan untuk Indonesia. Bendera Merah Putih juga boleh dikibarkan dan lagu kebangsaan Indonesia Raya diizinkan berkumandang.

Fatmawati kemudian berpikir bahwa memerlukan bendera Merah Putih untuk dikibarkan di Pegangsaan 56.

Baca Juga: Tak Lagi Jadi Istri Ahok, 2 Tahun Cerai Veronica Tan Pontang-panting Jualan Ini Demi Ketiga Anaknya Usai Jadi Janda!

"Pada waktu itu tidak mudah untuk mendapatkan kain merah dan putih di luar," tulis Chaerul Basri dalam artikelnya "Merah Putih, Ibu Fatmawati, dan Gedung Proklamasi" yang dimuat di Harian Kompas, 16 Agustus 2001.

"Barang-barang eks impor semuanya berada di tangan Jepang, dan kalau pun ada di luar, untuk mendapatkannya harus dengan berbisik-bisik," tulisnya.

Berkat bantuan Shimizu, orang yang ditunjuk oleh Pemerintah Jepang sebagai perantara dalam perundingan Jepang-Indonesia, Fatmawati akhirnya mendapatkan kain merah dan putih.

Shimizu mengusahakannya lewat seorang pembesar Jepang, yang mengepalai gudang di Pintu Air di depan eks Bioskop Capitol.

Baca Juga: Pergoki Asisten Rumah Tangganya Enak-enakan Makan di Meja Sedang Majikannya Lesehan di Lantai, Ashanty Beri Sindirah Menohok hingga Bajir Komentar Warganet: Ya Allah Bun...

Bendera itulah yang berkibar di Pegangsaan Timur saat proklamasi kemerdekaan Indonesia.

"Ibu Fatmawati menjelaskan kepada Shimizu bahwa bendera Merah Putih yang pertama kali dikibarkan di Gedung Pegangsaan Timur kainnya berasal dari Shimizu. Dan satu-satunya kain Merah Putih yang diberikan Shimizu kepada Ibu Fatmawati adalah bendera yang berasal dari Gedung Pintu Air itu," tulis Chaerul.

Bondan Winarno dalam "Berkibarlah Benderaku, Tradisi Pengibaran Bendera Pusaka" (2003), menuliskan, Fatmawati menghabiskan waktunya untuk menjahit bendera itu dalam kondisi fisik yang cukup rentan.

Baca Juga: Pantas Berani Nikahi Janda Tajir Muzdalifah, Ternyata Orang Tua Fadel Islami Bukan Sosok Sembarangan, Profesi Keduanya Bukan Kaleng-kaleng!

Pasalnya, Fatmawati saat itu sedang hamil tua dan sudah waktunya untuk melahirkan putra sulungnya, Guntur Soekarnoputra.

Tak jarang, ia menitikkan air mata kala menjahit bendera itu.

"Berulangkali saya menumpahkan air mata di atas bendera yang sedang saya jahit itu," kata Fatmawati dalam buku itu.

"Menjelang kelahiran Guntur, ketika usia kandungan telah mencukupi bulannya, saya paksakan diri menjahit bendera Merah putih. Saya jahit berangsur-angsur dengan mesin jahit Singer yang dijalankan dengan tangan saja. Sebab dokter melarang saya menggunakan kaki untuk menggerakkan mesin jahit," sambungnya.

Baca Juga: Akhirnya Terbongkar! Borok 11 Tahun Lalu yang Jadi Bukti Kuat Teganya Mulan Jameela Rebut Ahmad Dhani Terkuak Lewat Unggahan Maia Estianty Ini

Fatmawati meninggal dunia pada usia 57 tahun di Kuala Lumpur ketika dalam perjalanan pulang dari setelah melangsungkan ibadah umrah pada 1980 akibat serangan jantung. Fatmawati mendapatkan gelar pahlawan nasional dari pemerintah pada tahun 2000, dua puluh tahun setelah wafatnya.

Pemberian gelar pahlawan itu berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 118/TK/2000. Mengutip Harian Kompas, 9 November 2000, putri Fatmawati, Sukmawati Soekarnoputri, menilai, pemberian gelar pahlawan nasional kepada ibunya termasuk terlambat.

Baca Juga: Siapa Sangka, Ayu Ting Ting Ternyata Sudah Gangguin Hubungan Raffi Ahmad Sejak Pacaran dengan Yuni Shara, sang Biduan: Itu Kan Perintah, Masa Saya Tolak!

GridPop.ID (*)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Profil Ibu Fatmawati Soekarno dan Kisahnya Menjahit Sang Merah Putih..."