Find Us On Social Media :

Dari Jawara Kebut Gunung Jadi Pengamat Merapi, Surat Ceritakan Pengalaman Amati Detik-detik Erupsi 2010 dari Puncak: Rasakan Hawa Panas dari Retakan Dinding Kawah hingga Alat Pengukur Suhu Hampir Meleleh

By Arif B,None, Selasa, 27 Oktober 2020 | 09:00 WIB

Gunung Merapi memiliki tipe letusan efusif dan eksplosif.

GridPop.ID - Sepertinya tak banyak yang tahu lika-liku menjadi petugas pengamat Gunung Merapi, seperti yang dijalani Suratno atau kerap disapa Surat.

Jawara kebut gunung ini ternyata sempat dimasukkan ke tim 7, yang mendaki ke puncak seminggu sebelum erupsi tahun 2010 silam.

Surat pun mendapatkan pengalaman yang tak akan pernah ia lupakan saat mengamati dari dekat puncak gunung.

Baca Juga: Takut Setengah Mati Saat Tahu Banyak Wanita Ngebet Minta Dinikahi Suaminya, Kartika Putri Sampai Buat Perjanjian Demi Jaga Ketat Habib Usman

Sempat jadi porter

Sebelum seperti sekarang, Surat hanyalah porter lepas yang kerap diminta membantu para petugas BPPTKG Yogyakarta (dulu namanya BPPTK Yogyakarta).

Hingga kini Surat ditugaskan di PGM Selo. Pos ini popular disebut UGA Selo. UGA singkatan Unit Gunung Api, nama peninggalan era Orde Lama.

Surat dilahirkan di Dusun Plalangan, Desa Lencoh, Kecamatan Selo, Boyolali pada 1972. Surat berlatar petani dan penggarap ladang.

Baca Juga: Tak Lagi Jadi Menantu Keluarga Cendana, Begini Potret Terbaru Penampilan Halimah Usai Bercerai dari Bambang Trihatmodjo, Bikin Pangling

Ia hanya mencicipi pendidikan di SD Selo 2. Sesudah itu tidak melanjutkan sekolah, karena situasi ekonomi. Pak Surat berkelana, menemukan pekerjaan di peternakan ayam.

Pertama kali ia bekerja di sebuah peternakan ayam di Polokarto, Sukoharjo. Sehari-hari ia tinggal di kandang, di lokasi yang jauh dari permukiman penduduk.

Sejak tahun 2000an, ia pulang ke Selo, membantu orang tuanya bertani. Pada tahun itu, di Selo digelar Lomba Kebut Gunung Merapi-Merbabu.

Baca Juga: Buka-bukaan Soal Perasaan Masing-masing, Lesty Kejora Tak Ragu Puji Setinggi Langit Rizky Billar, Billar: Gue Kehabisan Kata-kata

Suratno yang sebelumnya kerap naik turun Merapi ikut serta. “Saat itu start lomba mendaki Merapi dari Joglo Selo, bukan dari New Selo seperti sekarang,” kata Suratno.

Kebut Gunung itu lomba adu kecepatan mendaki Merapi dan Merbabu. Unsur kecepatan faktor penentu. Setiap peserta akan membawa beban pasir seberat 15 kilogram, ditambah perbekalan pribadi seperlunya.

Beban 15 kilogram itu harus utuh saat start maupun finish di titik awal keberangkatan. Di sepanjang rute ada pos-pos yang dijaga panitia, sehingga tidak mungkin beban itu dilepas atau dikosongkan.

Baca Juga: Tak Hanya Dapatkan Perlakuan Bak Putri Emas, Syahrini Juga Diberi Nama Jepang Khusus dari Sang Mertua Usai Resmi Jadi Nyonya Reino Barack

“Waktu tempuh saya 1 jam 22 menit, pulang pergi. Saya juara dua. Juara pertamanya Ramli, tetangga satu dusun (Plalangan). Juara ketiganya Arif dari Jogja,” kenang Surat.

Waktu tempuh 1 jam 22 menit naik turun ke puncak Merapi (Pasar Bubar), tentu saja tidak masuk akal buat orang awam.

Apalagi start dari dekat jalan raya Selo, bukan di Plawangan (New Selo) seperti pintu masuk pendakian Merapi sekarang ini.

Nah, saat jelang letusan 2010, Suratno dimasukkan ke tim 7, yang mendaki ke puncak seminggu sebelum erupsi. Ia turut merasakan pengalaman istimewa bersama petugas Merapi lainnya.

“Hawa di puncak jauh lebih panas dibanding biasanya. Begitu sampai, hawa panas itu terasa. Di beberapa retakan dinding kawah, saya lihat gas panas yang keluar warnanya biru,” kata Suratno.

Ia termasuk orang yang tiba pertama di puncak Merapi, tepatnya di kawah mati bersama Sapari, petugas BPPTK Yogyakarta yang menangani teknis instrumentasi.

Baca Juga: Tak Hanya Dapatkan Perlakuan Bak Putri Emas, Syahrini Juga Diberi Nama Jepang Khusus dari Sang Mertua Usai Resmi Jadi Nyonya Reino Barack

“Saat melintasi Kawah Mati, guguran kubah lava 2006 berwarna hitam sudah tampak,” katanya. Surat lalu mendapat tugas memeriksa alat tiltmeter di dinding kawah Woro.

Lokasinya sangat berbahaya karena berada di tebing curam. Setelah itu ia membantu petugas lain saat mengambil sampel gas di rekahan-rekahan dinding puncak.

“Saat pengukuran suhu, saya lihat tongkat pengukur titanium sesudah ditusukkan ke lapisan permukaan kawah, keliatan bengkok seperti hampir leleh. Alat pengukur suhu menunjukkan angka 850 derajat Celcius, lalu error,” imbuhnya.

Baca Juga: Bak Buktikan Ramalannya, Sosok Ini Kembali Ungkit Tabiat Engku Emran yang Diduga Buat Laudya Cynthia Bella Mantap Cerai: Akangnya Masih Mau Berkelana Mencari Cinta

Besi itu ditusukkan sedalam kira-kira 50 sentimeter. Di kedalaman itu di bawah permukaan kawah Woro dan Gendol, suhu sudah lebih dari 800 derajat Celcius.

Perkiraan lain karena alat error, mestinya sudah di atas angka 1.000 derajat Celcius.

Takutkah? “Tentu saja takut. Manusiawi, karena siapa orang yang mau membahayakan dirinya di tempat seperti itu,” akunya.

“Tapi bagi saya karena itu diminta membantu tugas, yang dikerjakan sebaik-baiknya, secepat-cepatnya,” lanjut Surat yang pernah jadi anggota relawan Bara Meru dan SAR Boyolali ini

GridPop.ID (*)

Artikel ini telah tayang di Tribun Jogja dengan judul, Sisi Lain Pengamat Gunung Merapi, Jawara Kebut Gunung, Naik Turun Ditempuh 1 Jam 22 Menit