GridPop.ID - Siti Nadia Tirmidzi selaku Juru Bicara Vaksin Covid-19 Kementerian Kesehatan mengutarakan jika Indonesia menargetkan akan melakukan vaksinasi selama 15 bulan.
Waktu yang dipilih yakni terhitung mulai Januari 2021 hingga Maret 2022.
Sebelumnya Menkes Budi Gunadi menyatakan jika proses vaksinasi akan berlangsung selama 3,5 tahun, namun dengan adanya pernyataan terbaru dari Jubir Vaksin Covid-19 sekaligus meralat pernyataan sebelumnya.
Siti menjelaskan bahwa pelaksanaan vaksinasi akan dilangsungkan secara bertahap dalam 2 periode selama rentang waktu tersebut.
Siti Nadia menjelaskan periode pertama dilakukan di bulan Januari hingga April 2021 dan akan diprioritaskan kepada 1,3 juta tenaga kesehatan dan 17,4 juta petugas publik yang ada di 34 provinsi.
Untuk periode kedua akan dilakukan selama 11 bulan yang akan dimulai pada April 2021 hingga Maret 2022 yang akan menjangkau jumlah masyarakat sisa dari periode pertama.
"Kita ketahui pelaksanaan vaksinasi ini akan membutuhkan waktu 15 bulan yang akan berlangsung selama 2 periode," kata Siti Nadia dalam konferensi pers daring, Minggu (3/1/2020).
Siti Nadia Tirmidzi menjelaskan yang dimaksud Menkes terkait waktu 3,5 tahun adalah proyeksi penyelesaian vaksinasi untuk seluruh dunia.
"Indonesia sendiri kami tegaskan bahwa kita akan membutuhkan waktu 15 bulan seperti yang sudah pernah disampaikan bapak Menteri pada saat konferensi pers di Istana sebelumnya," ujar Siti Nadia.
Siti mengatakan rencana vaksinasi merupakan momentum penting dalam upaya ke luar dari krisis akibat pandemi covid-19.
Selama vaksinasi, protokol kesehatan juga perlu untuk terus dijalankan untuk melindungi tenaga kesehatan dan tenaga pelayanan public yang memiliki resiko terpapar lebih tinggi.
"Kami berikan apresiasi kepada tenaga kesehatan dan petugas publik dengan memprioritaskan mereka untuk menjadi kelompok pertama yang akan menerima vaksin bersama pemerintah," kata Siti.
Ia mengatakan vaksin sangat penting, tidak hanya untuk melindungi tenaga kesehatan maupun petugas pelayanan tersebut tapi juga akan melindungi keluarga mereka dan masyarakat secara luas.
Sehingga para tenaga kesehatan tersebut dapat segera pulang dan bertemu dengan keluarga.
"Pentingnya proses vaksinasi, maka pemerintah berupaya sekuat tenaga untuk menghadirkan vaksin yang aman, efektif dan sesuai saran para ahli untuk diberikan kepada masyarakat luas secara cuma-cuma (gratis)," ujarnya.
Lebih jauh Siti Nadia menyatakan bahwa banyak missed informasi ataupun kabar palsu alias hoaks mengenai vaksin dan vaksinasi Covid-19 yang beredar di masyarakat.
Oleh karena itu Siti Nadia meminta masyarakat merujuk pada situs resmi pemerintah mengenai informasi vaksin ataupun vaksinasi Covid-19.
"Kami menyadari banyak sekali missinformasi ataupun hoaks yang mungkin beredar mengenai vaksin, untuk itu kami mengimbau mohon agar informasi dapat selalu mengacu pada situs covid-19.go.id," katanya.
Selain meminta masyarakat untuk mengacu pada situs resmi, Nadia juga mengingatkan untuk tidak lengah menerapkan protokol kesehatan 3M yakni mengenakan masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan, meskipun vaksinasi Covid-19 akan segera dilakukan.
Penerapan protokol 3M serta langkah pemerintah melakukan 3T (tracing, testing, dan treatment) merupakan upaya lengkap yang tidak dapat dipisahkan dalam penanggulangan pandemi Covid-19.
"Jangan lupa terapkan 3M dan hindari kerumunan lebih baik kita mencegah daripada kita jatuh sakit," katanya.
Bantah
Sementara itu Bio Farma secara tegas membantah bahwa vaksin covid-19 yang akan didistribusikan kepada masyarakat merupakan vaksin uji klinis seperti yang ramai diberitakan di media massa.
Hal ini ditegaskan oleh Juru Bicara Vaksin Covid-19 dari PT Bio Farma, Bambang Herianto dalam konferensi pers virtual.
"Pemberitaan yang menyebutkan bahwa vaksin covid-19 yang akan digunakan adalah vaksin untuk uji klinis atau ‘only for clinical trial’ sebagaimana yang tertulis pada kemasan vaksin adalah tidak benar," kata Bambang.
Bambang mengatakan kemasan vaksin yang akan didistribusikan ke masyarakat akan berbeda dari kemasan vaksin yang baru datang ke Indonesia beberapa waktu lalu.
Kemasan vaksin covid-19 untuk uji klinis menggunakan kemasan prefilled syringe atau biasa disingkat (PFS), dimana wadah vaksin dan jarum suntik dalam satu kemasan.
Sedangkan vaksin yang akan digunakan dalam program vaksinasi nanti akan dikemas dalam bentuk filled single dose atau dosis tunggal.
"Jadi ada perbedaan. Jadi sudah pasti tidak ada penandaan ‘only or clinical trial' karena sudah dapat izin penggunaan dari Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM)," kata Bambang.
Bambang menegaskan untuk program vaksinasi nantinya akan menggunakan vaksin yang telah mendapat izin penggunaan dari BPOM.
Ia menegaskan bahwa vaksin yang akan didistribusikan juga telah dilakukan serangkaian pengujian mutu, baik yang dilakukan Bio Farma maupun Badan POM untuk menjaga kualitas dan keamanan produk vaksin.
"Jadi vaksin covid-19 yang saat ini sudah ada di Bio Farma dan akan digunakan untuk program vaksinasi nantinya akan menggunakan vaksin yang mendapat izin penggunaan dari Badan POM,
sehingga kemasannya pun akan berbeda dengan vaksin yang digunakan untuk keperluan uji klinis," katanya.
"Vaksin yang akan digunakan untuk program vaksinasi (akan didistribusikan) setelah ada persetujuan penggunaan yang dikeluarkan oleh Badan POM dan bukan sebagai vaksin untuk uji klinis," ujarnya.
Bambang dalam kesempatan tersebut menjelaskan soal vaksin Covid-19 buatan Sinovac mulai didistribusikan ke 34 provinsi.
"Betul, jadi mulai hari ini vaksin akan mulai kita distribusikan ke 34 provinsi," kata dia.
Bambang menuturkan, proses distribusi vaksin tersebut akan melibatkan seluruh pihak, termasuk dalam rangka menyiapkan sistem rantai dingin atau cold chain hingga akhirnya vaksin diterima oleh fasilitas kesehatan.
"Tidak hanya Biofarma sebagai distributor, tapi juga melalui provinsi, kabupaten/kota, dan Puskesmas, sehingga nanti perjalanan vaksin dari Biofarma ke Puskesmas ini berjalan baik," tutur Bambang.
"Semua rantai dingin di 2 sampai 8 derajat (celcius), Insya Allah kita sudah siap," sambung dia.
Dengan begitu, Bambang berharap vaksin yang akan digunakan di masyarakat dapat terjamin kualitasnya.
Hingga saat ini, telah datang 3 juta vaksin dari Sinovac di Indonesia. Vaksin tersebut masih diuji klinis oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) di PT Bio Farma.
Nantinya, vaksin akan digunakan untuk program vaksinasi setelah mengantongi izin penggunaan darurat atau emergency use authorization (EUA) dari BPOM.
Ekonom Senior Faisal Basri mengatakan, sebenarnya vaksin Covid-19 tidak diperlukan jika protokol kesehatan serius diterapkan oleh masyarakat.
Faisal menjelaskan, pelaksanaan protokol kesehatan juga harus lengkap, tidak hanya sekadar jaga jarak, juga pakai masker dan cuci tangan.
"Pertama, tentunya bukan hanya jaga jarak, tapi memakai masker," ujarnya.
Kemudian, pemerintah juga harus segera memperbanyak testing dan contact tracing untuk menangkal penyebaran virus Covid-19.
"Jadi, menangkal kecepatan virus itu harus kita buat dengan sedemikian cepat dengan kemampuan kita, sehingga dapat mengendalikan virus dengan testing dan contact tracing.
Kelemahan kita di situ, sekarang coba bayangkan ya kalau di testing 3 orang, 1 kena Covid-19, dimana-mana sudah ada covid-19," katanya.
Menurut Faisal, pemerintah terkesan memiliki rasa takut untuk meningkatkan jumlah testing dan contact tracing, malah lebih banyak membicarakan vaksin.
"Jadi, bayangkan kemampuan testing kita di hari libur cuma 20 ribuan, sedangkan di India 1 juta per hari, kita tidak perlu 1 juta deh, 100 ribu paling tidak, idealnya 200 ribu per hari.
Nah, ini yang kita selesaikan keroyok, jangan nunggu vaksin, nunggu vaksin melulu," pungkasnya.
GridPop.ID (*)
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Program Vaksinasi Memakan Waktu 15 Bulan, Vaksin untuk Masyarakat Dijadwalkan Mulai April 2021