GridPop.ID - Pandemi Covid-19 di Indonesia seolah tak mau menunjukkan akhir.
Per Sabtu (30/1), penambahan jumlah kasus harian Covid-19 di Indonesia masih tergolong tinggi. Yakni 14.518 kasus.
Ditengah-tengah kekhawatiran masyarakat karena pandemi Covid-19 yang tak kunjung berakhir ini, ahli malah menyebutkan virus nipah di China bisa menjadi pandemi baru.
Bahkan, berdasarkan laporan Access to Medicine Foundation, tingkat kematian yang diakubatkan virus nipah mencapai 75 persen.
Hal ini tentu mengkhawatirkan, pasalnya perusahaan farmasi raksasa masih fokus menangani Covid-19 sehingga belum siap menghadapi virus nipah.
“Virus Nipah adalah penyakit menular lain yang muncul dan menimbulkan kekhawatiran besar. Nipah bisa merebak kapan saja,"
"Pandemi berikutnya bisa jadi infeksi yang tahan terhadap obat,” ungkap The Guardian mengutip Jayasree K Iyer, Direktur Eksekutif Access to Medicine Foundation yang berbasis di Belanda.
Virus ini sebenarnya tergolong langka dan hanya disebarkan oleh kelelawar buah.
Namun jika sudah menginfeksi, gejala virus nipah bisa mirip flu.
Bahkan menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), virus nipah dapat mengakibatkan ensefalitis atau radang otak.
Perawatan yang biasa dilakukan adalah perawatan suportif yang mencegah penyakit sedini mungin berkembang.
Wabah virus nipah di negara bagian selatan India, Kerala sendiri pada 2018 silam sudah merenggut 17 nyawa.
Oleh karenanya saat itu, negara-negara seperti Arab Saudi dan Uni Emirat Arab melarang impor buah dan sayuran beku juga olahan dari Kerala.
Ketika itu, para otoritas kesehatan meyakini bahwa wabah nipah di Bangladesh dan India mungkin terkait dengan konsumsi jus kurma.
Tak hanya tentang virus nipah, laporan indeks 2021 dari Access to Medicine juga menunjukkan tindakan dari 20 perusahaan farmasi terkemuka di dunia untuk membuat obat, vaksin, dan diagnostik lebih mudah diakses.
Ditemukan bahwa penelitian dan pengembangan untuk Covid-19 telah meningkat dalam setahun terakhir, tetapi risiko pandemi lainnya sejauh ini belum tertangani.
Menurut Iyer, indeks tersebut disiapkan selama krisis kesehatan masyarakat terburuk dalam satu abad yang menunjukkan ketidaksetaraan parah akan akses ke obat-obatan yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Menurutnya, obat-obatan bisa dicapai semua kalangan jika para pemimpin perusahaan besar bertekad untuk memastikan bahwa orang yang tinggal di negara miskin dan menengah tidak berada di paling akhir.
GridPop.ID (*)