namun mengingat bahwa berbagai obat yang diamankan tengah dibutuhkan maka Ady akan melakukan koordinasi dengan pihak terkait guna obat-obatan tersebut dapat dimanfaatkan masyarakat.
"Kita akan berkoordinasi dengan criminal justice system supaya bagaimana obat ini juga menjadi termanfaatkan kepada masyarakat karena masyarakat memerlukan obat ini," pungkas Ady.
Lanjut, Ady megatakan bahwa salah satu apoteker PT ASA mengaku diminta untuk tak menjual terlebih dahulu obat Azithromycin.
"Salah satu apoteker menjelaskan ada percakapan dengan pemilik PT ASA untuk tidak menjual dulu Azithromycin, jadi ada indikasi untuk ditimbun," kata Ady.
"Salah satu customer yang menanyakan obat tersebut sudah ada atau belum, tapi dijawab belum ada. Jadi obat itu sebetulnya sudah ada, tapi disampaikan bahwa belum ada," jelas Ady.
Tak sampai di situ, saat pihak Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menanyakan tentang ketersediaan stok Azithromycin, perusahaan justru mengatakan tak memiliki obat tersebut.
Selain menimbun, PT ASA juga menjual Azithromycin lebih tinggi dari harga eceran tertinggi (HET) yakni yang seharusnya Rp 1.700 per tablet menjadi Rp 3.350 per tablet.