“Orangtua tidak diberi kebebasan menengok anak-anak, anak-anak juga tidak bebas pulang, paling kalau mau Lebaran, hanya 3 hari, itu pun diancam dilarang melapor pada orangtuanya,” katanya.
Diah menuturkan, para korban adalah anak-anak yang benar-benar lugu saat masuk ke yayasan tersebut.
Oleh karena itu, pelaku mudah memperdaya mereka dengan berbagai dalih dan alasan untuk membenarkan apa yang dilakukan pelaku pada korban.
Terkait hal ini, ia menuturkan saat pihaknya menerima laporan adanya rudapaksa yang dilakukan oleh guru pesantren di Kota Bandung, pihaknya langsung melakukan komunikasi dengan orangtua korban.
Dilansir dari Tribun Jabar, menurutnya sebagian orangtua korban tidak mengetahui masalah yang menimpa anaknya.
"Semua orangtua syok begitu mengetahui permasalahan yang menimpa anaknya, setelah diberi pemahaman dan pendampingan, akhirnya para orangtua bisa menerima permasalahan tersebut," ungkapnya.
Diah menjelaskan P2TP2A Garut saat ini fokus melakukan pendampingan terhadap para korban.
Semua korban yang berasal dari Garut saat ini sudah berada di rumah orangtuanya di Garut dan sedang menjalani terapi psikologi.
"Upaya-upaya reintegrasi korban untuk kembali ke lingkungannya pun dilakukan dengan pendekatan ke aparat pemerintahan desa dan tokoh masyarakat hingga para korban akhirnya bisa kembali ke rumahnya," ucapnya.
GridPop.ID (*)