"Ditemukan potensi risiko keberbahayaan terhadap diri sendiri yang ditandai dengan kondisi psikilogis menjadi (Post traumatic stress disorder) PTSD disertai kecemasan dan depresi," kata Susilaningtias, Senin (15/8/2022) dikutip dari Kompas.Tv.
PTSD merupakan gangguan stres pascatrauma atau post-traumatic stress disorder yang dipicu oleh peristiwa traumatis, baik dengan menyaksikan atau mengalami langsung.
Gejalanya dapat berupa kilas balik, mimpi buruk, kecemasan parah, serta pikiran tak terkendali akan peristiwa suatu peristiwa.
Peristiwa yang dimaksud dapat mencakup bencana alam, terlibat dalam perang atau pertempuran militer, penyerangan atau pelecehan fisik secara seksual, dan kecelakaan.
Selain potensi risiko tersebut, Susilaningtias juga menemukan potensi keberbahayaan dari pihak lain.
Termasuk pihak yang memberikan tekanan selama proses hukum.
"Yaitu situasi yang mengandung kekerasan sekunder dari tayangan media atau pihak-pihak yang memberikan tekanan selama proses hukum yang berjalan," lanjut Susilaningtias.
Untuk itu, Putri Candrawathi tidak memiliki kompetensi psikologis yang cukup memadai untuk menjalani pemeriksaan maupun memberikan keterangan.
"Pemohon tidak dapat disimpulkan untuk memenuhi kriteria untuk dapat dipercaya terkait dengan peristiwa kekerasan seksual, percobaan pembunuhan, karena tidak diperoleh keterangan apapun sebagai akibat dari kompetensi psikologis yang tidak memadai," jelas Susilaningtias.
LPSK juga membeberkan secara resmi menolak permohonan perlindungan yang diajukan oleh Putri Candrawathi.
Putri mengajukan permohonan dugaan pelecehan seksual yang dituduhkan kepada mendiang Brigadir J.
"Keputusan LPSK terkait permohonan yang diajukan ibu Putri Candrawathi atas kasus dugaan tindak pidana perbuatan asusila, dalam sidang majelis pimpinan LPSK tertanggal 15 agustus 2022 diputuskan untuk ditolak dan diberikan rekomendasi," kata Wakil Ketua LPSK Susilaningtias dalam jumpa pers, Senin (15/8/2022).
GridPop.ID (*)