Komnas HAM, dalam laporan tersebut menyatakan bahwa upaya pertama perbuatan obstruction of justice dalam kasus pembunuhan ini yaitu membuat skenario.
Caranya yaitu menyeragamkan kesaksian sejumlah saksi, mulai dari latar belakang peristiwa, TKP, dan alibi Ferdy Sambo di TKP.
Tak sampai di situ, ajudan Sambo diminta untuk mempelajari soal penggunaan kekuatan dalam tindakan kepolisian dan penggunaan senjata.
Terakhir, yaitu dengan menghapus atau menghilangkan sesuatu yang merugikan.
Pun Komnas HAM menemukan indikasi upaya mengatur TKP sebagai bagian dari merancang skenario yaitu dengan cara mengubah lokasi terjadinya dugaan kekerasan seksual terhadap Putri Candrawathi.
Cara lain yaitu dengan merusak, mengambil, dan atau menghilangkan CCTV dan atau dekoder di TKP dan di sekitar TKP.
Selanjutnya ada temuan tindakan penanganan yang tak sesuai prosedur di TKP, dan juga pembiaran sejumlah pihak yang tak memiliki otoritas masuk lokasi kejadian.
"Adanya upaya untuk mensterilisasi wilayah rumah dinas Kadiv Propam Polri dari kehadiran wartawan," demikian isi laporan itu.
Komnas HAM beranggapan bahwa upaya menyusun skenario itu dilakukan dengan cara membuat arasi peristiwa yang terjadi di rumah dinas Sambo di Duren Tiga.
Yaitu dengan membuat cerita Brigadir J diduga melakukan pelecehan seksual sambil menodongkan senjata api terhadap Putri, lalu menembak Bharada E.
Agar narasi yang sudah dibuat makin kuat, kemudian dibuat dua laporan ke Polda Metro Jakarta soal adanya dugaan pelecehan dan percobaan pembunuhan Bharada E.