GridPop.ID - Kasus penembakan Brigadir J masih terus didalami hingga saat ini.
Diketahui, Brigadir J meninggal setelah ditembak oleh dua tersangka yakni Ferdy Sambo dan Bharada E.
Meski demikain, baru-baru ini muncul dugaan jika tak hanya Ferdy Sambo dan Bharada E yang menembak Brigadir J.
Ada orang ketiga yang diduga ikut menembak Brigadir J.
Dilansir dari laman tribunnews.com, dugaan tersebut dilontarkan pihak Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), terkait kasus berdarah di rumah dinas Kadiv Propam Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan, 8 Juli lalu.
Menurut Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik, jika mengacu uji balistik peluru di tubuh korban, maka ada orang ketiga, selain Bharada E dan Ferdy Sambo, yang ikut menembak Brigadir J pada saat kejadian.
“Anda mencurigai tembakan ini bisa bertubi-tubi? Ada dua versi di rekonstruksi Sambo tidak mengakui?” tanya Rosi pada Ketua Komnas HAM, dalam tayangan Kompas TV.
“Sambo tidak mengaku, kami temukan bukti dari autopsi dan uji balistik, jenis pelurunya tidak satu dan lebih dari 1 senjata. Bisa jadi, lebih dari dua senjata dan kemungkinan ada pihak ketiga. Ada pihak ketiga dalam penembakan Yosua,” jawab Ahmad Taufan Damanik.
Ahmad Taufan Damanik menegaskan dalam pembicaraan khusus internal Komnas HAM, tak hanya Bharada E dan Ferdy Sambo yang menembak Brigadir J, melainkan ada satu orang lagi yang turut ikut serta.
“Betul kita temukan dua orang ini, itu pun disangkal Sambo. Dimungkinkan ada orang ketiga, supaya penyidik mendalami dengan bukti-bukti yang lebih kuat. Terbuka peluang ibu Putri atau Kuat juga ikut nembak.” kata Ahmad Taufan Damanik.
Menanggapi dugaan adanya pelaku lain selain Bharada E dan Ferdy Sambo dari Komnas HAM ini, Kabareskrim Polri Komjen Pol Agus Andrianto menyebut hingga kini soal jumlah penembak yang disebut ada tiga orang itu hanya sebatas dugaan.
"Dugaan kan bisa saja ya," kata Agus saat dihubungi wartawan, Senin (5/9/2022).
Meski begitu, Agus menyebut proses penyidikan tentunya didasari persesuaian keterangan saksi hingga ahli sesuai dengan Pasal 182 KUHP.
"Namun kembali mendasari teori pembuktian 182 KUHAP harus didasarkan atas Persesuaian keterangan para pihak (saksi maupun mahkota), keterangan saksi yang memiliki keahlian dibidangnya, persesuaian keterangan mereka akan menjadi petunjuk, didukung bukti-bukti lainnya yang bernilai petunjuk," jelasnya.
Hasil "Lie Detector" Putri Candrawathi Tak Dibuka
Kepolisian pun melakukan tes lie detector pada tersangka demi menilai tingkat kejujuran pelaku.
Tersangka kasus pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J, menjalani pemeriksaan dengan uji poligraf atau lie detector.
Namun, dari empat tersangka yang sudah melakukan pemeriksaan, hasil uji poligraf Putri Cadrawathi pada Selasa (6/9/2022) lalu tidak dibuka ke publik dengan alasan pro justitia.
Kepala Divisi Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo menolak mengungkap hasil tes uji kebohongan Putri.
Menurutnya, hasil lie detector tersebut merupakan konsumsi penyidik.
"Setelah saya berkomunikasi dengan Kapuslabfor dan operator poligraf, hasil poligraf atau lie detector itu adalah pro justitia. Itu konsumsinya penyidik," kata Dedi, diberitakan Kompas.com (7/9/2022).
Meski tidak dibuka, Dedi menuturkan, tingkat akurasi dari alat uji poligraf yang dimiliki Polri mencapai 93 persen.
Jika tingkat akurasinya di bawah 90 persen, barulah hasil uji poligraf tersebut tidak masuk ranah pro justitia.
Oleh karena itu, lanjut Dedi, hasil uji poligraf terhadap para tersangka, termasuk Putri, diserahkan kepada penyidik untuk proses pembuktian di persidangan.
Menurut dia, hasil uji poligraf tersebut merupakan petunjuk dan bisa masuk dalam keterangan ahli.
GridPop.ID (*)