“Kalau orang diperkosa itu pasti selain nunduk pasti ngelihat lagi ke atas terus nunduk lagi. Jadi statement yang disampaikan ini bisa jadi pengalaman emosional, bisa jadi asumsi adalah malu,” jelas dia.
Poppy Amalya juga mengatakan bahwa ada kontra indikasi antara pernyataan dan pikirannya.
“Jadi antara dengan yang diucapkan dengan statement dalam pikirannya ini kontra indikasi. Kemungkinan bisa aja pengalaman emosional mengingat pengalaman tersebut, karena punya konektifitas,” tuturnya.
Namun ia mengaku heran dengan tangisan Putri Candrawathi pada persidangan tersebut.
Menurut dia, harusnya Putri Candrawathi menangis saat menceritakan perkosaan, tapi yang terlihat tidak seperti itu.
“Tapi yang herannya menangisnya ini muncul pada saat stamenet kalaupun, karena kepolisian tidak mensupport-nya, karena polisi yang memberikan penghargaan, di situ menangisnya. Justru yang saya lihat harusnya pada saat me-recall memori perkosaan atau dilecehkan itu pasti nangis, biasanya,” kata dia.
“Mungkin nangis, mungkin gemeteran, namanya pengalaman diperkosa atau dilecehkan, itu mau kejadian 10 tahun kek, itu kalau re-call sudah gemeteran loh,” kata Poppy Amalya lagi.
Namun pada Putri Candrawathi, kata dia, tangisan itu baru muncul pada kelimat berikutnya.
Yakni pada saat menjelaskan bahwa kepolisian memberikan penghargaan kepada Brigadir J.