Sementara itu ahli lainnya, Guru Besar Filsafat Moral, Romo Magnis Suseno mengungkapkan jika Bharada E mengalami dilema moral.
Hal itu dialami Bharada E saat diperintah Ferdy Sambo untuk menembak Brigadir J.
Sebagaimana diwartakan Kompas.com, Menurut Romo Magnis, Richard berada dalam dua sisi saat mendapatkan perintah dari mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri itu untuk menembak Brigadir Yosua.
Di satu sisi, perintah tersebut menyalahi etika dan moral namun di sisi lain ada budaya ‘siap laksanakan’ atas perintah atasan dalam hal ini seorang Bhayangkara tingkat dua (Bharada) diperintah oleh Kadiv Propam Polri saat itu yang berpangkat Inspektur Jenderal Polisi (Irjen) dengan bintang dua di pundaknya.
“Dia bingung karena berhadapan dengan dua norma yang satu mengatakan menembak mati orang yang sudah tidak berdaya tidak bisa dibenarkan titik. Yang kedua dia diberi perintah oleh orang yang berhak memberi perintah yang wajib ditaati supaya melakukannya, lalu dia harus mengikuti yang mana,” kata Romo Magnis dalam persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Senin (26/12/2022).
Romo Magnis lantas menyampaikan bahwa secara etika normatif, Bharada E harus menolak perintah menembak Yosua.
Namun di sisi lain, Richard juga dihadapkan dengan relasi kuasa Ferdy Sambo sebagai Kadiv Propam saat itu yang tidak mungkin ditolak perintahnya.
“Tipe perintah yang amat sulit secara psikologis dilawan, karena siapa dia, mungkin dia orang kecil, jauh di bawah yang memberi perintah (yang) sudah biasa laksanakan (perintah) meskipun dia (Richard) ragu-ragu, dia bingung, itu tidak berarti sama sekali tidak ada kesalahan, tetapi itu jelas menurut etika sangat mengurangi kebersalahan,” terang Romo Magnis.
GridPop.ID (*)