Sasaran panah disebut wong-wongan atau bandulan yang berbentuk silinder tegak dengan panjang 30 sentimeter dan diameter 3 sentimeter. Pada bagian atas diberi warna merah sekitar 5 sentimeter.
Pada bagian bawah bandulan digantung sebuah bola kecil. Jika pemanah mengenai bola tersebut akan mendapatkan pengurangan nilai.
Pada bagian atas bandulan digantung lonceng kecil yang akan berdenting setip jemparing mengenai bandulan.
Jemparing dan gandewa dibuat khusus oleh pengrajin yang disesuaikan dengan postur tubuh pemanah, salah satu ukurannya adalah rentang tangan pemanah.
Penyesuaian tersebut perlu dilakukan supaya pemanah merasa nyaman dan dapat memanah secara maksimal. Untuk itu, peralatan jemparingan bersifat pribadi dan sulit dipinjamkan.
Duduk bersila
Cara permainan dilakukan dalam posisi duduk bersila. Seseorang yang memegang busur dan anak panah akan duduk menyamping dengan busur ditarik ke arah kepala sebelum ditembakkan ke arah wong-wongan.
Pemanah dituntut mengenai sasaran dengan tepat. Semakin banyak anak panah yang mengenai bandulan, maka semakin banyak nilai yang diperoleh. Terlebih jika mereka dapat mengenai molo yang berwarna merah.
Jika pemanah mengenai bola kecil di bawah bandulan, maka akan mendapat pengurangan nilai. Sejalan dengan perkembangan zaman, jemparingan mengalami beberapa perubahan.
Saat ini, ada beberapa cara memanah dan bentuk sasaran yang dibidik. Beberapa orang juga tidak membidik posisi gandewa di depan perut, posisinya agak miring sehingga pemanah dapat membidik dengan mata.
Namun para pemanah tetap berpijak pada filosofi jemparingan untuk melatih konsentrasi.
Sumber: indonesia.go.id dan www.kratonjogja.id
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Jemparingan, Olahraga Panahanan Khas Kerajaan Mataram"
GridPop.ID (*)