GridPop.ID - Sejumlah kerajaan yang pernah berjaya di Indonesia tak hanya menyisakan sejarah dan peninggalan tetapi juga budaya.
Salah satunya ialah jemparingan yang merupakan olahraga panahan khas Kerajaan Mataram.
Berasal dari Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat, olahraga jemparingan dikenal juga dengan jemparingan gaya Mataram Ngayogyakarta.
Di Keraton Yogyakarta, jemparingan masih dilakukan secara rutin. Para pemanah menggunakan busana khas Jawa, yaitu kebaya dan batik untuk wanita.
Sedangkan, peserta pria menggunakan surjan, kain batik, dan blankon. Olahraga tersebut biasanya dilakukan di Alun-alun Kidul Yogyakarta.
Jemparingan
Sejarah Singkat Jemparingan
Sri Sultan Hamengku Buwono I (1755-1792), raja pertama Yogyakarta, mendorong para pengikut dan rakyatnya belajar memanah untuk membentuk watak kesatria.
Watak yang dimaksud memiliki empat nilai untuk menjadi pegangan rakyatnya, yaitu sawiji, greget, sengguh, dan ora mingkuh.
Masing-masing nilai memiliki arti, yaitu sawiji berarti berkonsentrasi, greget berarti semangat, sengguh berarti percaya diri, dan ora mingkuh berarti bertanggung jawab.
Pada awalnya, permainan hanya dilakukan pada keluarga Kerajaan Mataram, sebagai perlombaan di kalangan prajurit kerajaan.
Dalam perjalanan waktu, olahraga memanah semakin diminati dan dimainakn oleh kalangan rakyat biasa.
Filosofi Jemparingan Gaya Mataram
Tujuan jemparingan adalah membentuk watak, salah satunya sawiji. Fokus panahan jemparingan terletak pada kemampuan pemanah membidik target dengan tepat.
Panahan jeparingan dilakukan dengan duduk bersila. Proses membidik tidak dilakukan dengan mata melainkan memposisikan busur dihadapan perut sehingga bidikan dilakukan berdasarkan perasaan pemanah.
Gaya tersebut sejalan dengan filosofi jemparingan gaya Mataram, yaitu pamenthanging gandewa pamanthening cipta, yang berarti membentangkan busur sejalan dengan konsentrasi yang ditujukan pada sasaran bidik.
Makna pamenthanging gandewa pamanthening cipta dalam kehidupan sehari-hari adalah manusia yang memiliki cita-cita hendaknya berkonsentrasi penuh pada cita-citanya supaya tercapai.
Cara Bermain Jemparingan
Jemparingan berarti anak panah. Permainan jemparingan terdiri dari sejumlah peralatan yang masing-masing memiliki namanya sendiri.
Permainan jemparingan terdiri dari deder atau batang anak panah, wulu atau bulu pada pangkal anak panah, bedor atau mata anak panah, dan nyenyep atau bagian pangkal dari jemparing yang terletak pada tali busur saat memanah.
Busur panah bernama gandewa yang terdiri dari cengkolak atau pegangan busur, lar atau bilah yang terdapat di kiri dan kanan cengkolak, dan kendheng atau tali busur yang masing-masing ujungnya dikaitkan ke bagian ujung-ujung lar.
Sasaran panah disebut wong-wongan atau bandulan yang berbentuk silinder tegak dengan panjang 30 sentimeter dan diameter 3 sentimeter. Pada bagian atas diberi warna merah sekitar 5 sentimeter.
Pada bagian bawah bandulan digantung sebuah bola kecil. Jika pemanah mengenai bola tersebut akan mendapatkan pengurangan nilai.
Pada bagian atas bandulan digantung lonceng kecil yang akan berdenting setip jemparing mengenai bandulan.
Jemparing dan gandewa dibuat khusus oleh pengrajin yang disesuaikan dengan postur tubuh pemanah, salah satu ukurannya adalah rentang tangan pemanah.
Penyesuaian tersebut perlu dilakukan supaya pemanah merasa nyaman dan dapat memanah secara maksimal. Untuk itu, peralatan jemparingan bersifat pribadi dan sulit dipinjamkan.
Duduk bersila
Cara permainan dilakukan dalam posisi duduk bersila. Seseorang yang memegang busur dan anak panah akan duduk menyamping dengan busur ditarik ke arah kepala sebelum ditembakkan ke arah wong-wongan.
Pemanah dituntut mengenai sasaran dengan tepat. Semakin banyak anak panah yang mengenai bandulan, maka semakin banyak nilai yang diperoleh. Terlebih jika mereka dapat mengenai molo yang berwarna merah.
Jika pemanah mengenai bola kecil di bawah bandulan, maka akan mendapat pengurangan nilai. Sejalan dengan perkembangan zaman, jemparingan mengalami beberapa perubahan.
Saat ini, ada beberapa cara memanah dan bentuk sasaran yang dibidik. Beberapa orang juga tidak membidik posisi gandewa di depan perut, posisinya agak miring sehingga pemanah dapat membidik dengan mata.
Namun para pemanah tetap berpijak pada filosofi jemparingan untuk melatih konsentrasi.
Sumber: indonesia.go.id dan www.kratonjogja.id
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Jemparingan, Olahraga Panahanan Khas Kerajaan Mataram"
GridPop.ID (*)