GridPop.ID - Saat Soeharto dan Tien Soeharto masih hidup, keluarga mereka rupanya tak lepas dari teror.
Salah satunya di mana Tien Soeharto pernah bertemu seorang gadis yang mengaku anak Soeharto.
Ketika diselidiki, Tien Soeharto curiga hingga menemukan racun tikus di dalam koper milik si gadis.
Dikutip dari Tribun Jatim, keluarga Soeharto juga sering disebut masyarakat sebagai Keluarga Cendana, karena rumahnya terletak di Jalan Cendana.
Menikah dengan Siti Hartinah atau Tien, Soeharto dikaruniai enam orang anak.
Di antaranya adalah Siti Hardijanti Rukmana atau Tutut, lalu Sigit Harjojudanto, Bambang Trihatmodjo, Siti Hediati Hariyadi atau Titik, Hutomo Mandala Putra atau Tommy, dan Siti Hutami Endang Adiningsih atau Mamiek.
Kendati demikian, ternyata pernah ada seseorang yang juga mengaku-ngaku sebagai anak Soeharto.
Peristiwa itu terjadi pada pertengahan dekade 60-an, atau sekitar meletusnya peristiwa G30S/PKI.
Cerita tersebut diceritakan oleh Bu Tien dalam buku "Siti Hartinah Soeharto Ibu Utama Indonesia", karangan Abdul Gafur, tahun 1992 lalu.
Dalam buku itu, Tien Soeharto mengungkapkan pada saat itu dia sedang mengungsi di Kebayoran Baru, karena adanya peristiwa G30S/PKI.
Saat berada di Kebayoran Baru itulah, Bu Tien mendapatkan informasi adanya seorang anak perempuan yang sedang mencari ayahnya.
Ayah dari gadis muda itu bernama Soeharto.
"Ia sedang menunggu di rumah Chaerul Saleh. Maka saya memutuskan untuk datang sendiri ke tempatnya," ungkap Tien dalam buku itu.
Saat mendatangi anak tersebut, Bu Tien mengenakan jaket tentara dan dikawal oleh ajudannya.
Saat berada di Rumah Chaerul Saleh di Jalan Teuku Umar, anak perempuan tersebut ditemani seorang anggota AURI.
Begitu bertemu anak tersebut, Bu Tien membawanya dan memeriksanya.
"Saya lalu membawanya pergi. Tiba di rumah saya interview dia," ucap Tien.
Bu Tien kemudian menemukan sejumlah kejanggalan dari pengakuan sang gadis.
"Dari jawaban-jawabannya sama sekali tidak cocok. Raut wajahnya saja tidak mirip sedikitpn dengan Pak Harto. Saya jadi yakin anak ini bukan anak Pak Harto," kenang Tien.
Bukan hanya itu saja, Tien juga menemukan sesuatu di dalam koper anak perempuan tersebut.
"Koper yang dibawanya saya buka. Isinya hanyalah sebuah gitar dna sebungkus bubuk yang kelihatannya seperti bubuk pembasmi tikus," ungkap Tien.
Mendapati hal yang tak wajar itu, Tien kemudian menyuruhnya istirahat.
Saat itu kondisinya memang sudah larut malam dan anak tersebut terlihat penat.
Tien kemudian mengunci kamar tempat anak itu beristirahat.
Selain itu, Tien juga menghubungi Soeharto dan berusaha menanyakan hal itu.
Soeharto lalu meminta agar anak itu dibawa ke Markas Kostrad untuk menemui dirinya.
Keesokan harinya, saat kamar anak itu beristirahat dibuka Tien, ternyata kamar itu sudah kosong.
Anak tersebut diketahui melarikan diri melalui jendela menggunakan stagen.
"Saya tidak menyadari bahwa kamar itu, jendelanya dapat digunakan untuk turun dan lari," jelas Tien.
Tien pun menjadi bingung atas peristiwa itu dan menebak-nebak tujuan pengakuan anak perempuan itu.
Namun, menurut Tien, anak perempuan tersebut jelas memiliki tujuan jahat.
"Mungkin rencana oleh unsur 'Gerakan 30 September' untuk melenyapkan Panglima Kostrad dengan racun tikus yang dibawanya," tandas Tien.
Baca Juga: Dulu Jadi Pembantu Seksi di Sinetron, Nasib Artis Ini Berubah Drastis Setelah Dinikahi Cucu Soeharto
Sebagaimana diketahui, Tien Soeharto atau yang bernama lengkap Siti Hartinah itu telah tutup usia pada 28 April 1996 silam.
12 tahun setelah Tien meninggal, Soeharto menyusul sang kekasih hati ke keabadian pada 27 Januari 2008.
Soeharto dan Tien dimakamkan di mausoleum bagi keluarga Presiden Republik Indonesia ke-2 bernama Astana Giribangun.
Dikutip dari Tribunnews.com, kompleks makam ini terletak di lereng Gunung Lawu pada ketinggian 660 meter di atas permukaan laut, tepatnya di di Desa Girilayu, Kecamatan Matesih, Kabupaten Karanganyar, Provinsi Jawa Tengah, sekitar 35 km di sebelah timur kota Surakarta.
Di atas komplek Astana Giribangun, terdapat Astana Mangadeg, yakni komplek pemakaman para penguasa Mangkunegaran, salah satu pecahan Kesultanan Mataram.
Astana Mangadeg berada di ketinggian 750 meter dpl, sedangkan Giribangun pada 660 meter dpl. Di Astana Mangadeg dimakamkan Mangkunegara (MN) I alias Pangeran Sambernyawa, Mangkunegara II, dan Mangkunegara III.
Pemilihan posisi berada di bawah Mangadeg itu bukan tanpa alasan. Yakni untuk tetap menghormati para penguasa Mangkunegaran, mengingat Ibu Tien Soeharto adalah keturunan Mangkunegara III. (*)
Source | : | Tribunnews.com,Tribun Jatim |
Penulis | : | Veronica Sri Wahyu Wardiningsih |
Editor | : | Veronica Sri Wahyu Wardiningsih |
Komentar