"(Terdakwa,-red) telah melakukan, menyuruh melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan secara melawan hukum," ujar jaksa Budi.
Modus yang digunakan adalah Ratu Atut sejak menjabat sebagai Plt Gubernur Banten pada 2005 hingga dua kali menjabat sebagai Gubernur Banten (2007-2015), meminta komitmen loyalitas kepada Kepala Dinas Kesehatan Banten Djadja Buddy Suhardja.
Atut memintanya agar setiap proses pengusulan anggaran maupun pelaksanaan proyek-proyek pekerjaan yang ada pada dinas kesehatan Banten dikoordinasikan dengan Wawan.
Menurut jaksa, dugaan korupsi itu telah menguntungkan Wawan dan pihak lainnya. Wawan sendiri menerima keuntungan sebesar Rp 50 miliar dari kasus korupsi alat kedokteran di Provinsi Banten itu.
Sedangkan dari dugaan korupsi alat kesehatan di Tangerang Selatan, Wawan menerima keuntungan Rp 7,9 miliar.
Selain itu, perbuatan Wawan dan Atut juga menguntungkan 22 orang lainnya, pejabat pemda, swasta hingga keluarga.
Mereka diantaranya, yaitu Ratu Atut sebanyak Rp 3,8 miliar, mantan Gubernur Banten Rano Karno sebesa Rp700 juta, pemilik PT Java Medica Yuni Astuti sebesar Rp 23 miliar dan pihak lainnya. "Rano Karno sebesar Rp 700.000.000," ujarnya.
Penggelontoran dana itu terjadi saat Rano Karno menjabat Wakil Gubernur Banten mendampingi Ratu Atut Chosiyah selaku Gubernur Banten.
Akibatnya perbuatannya, Wawan dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Saat dikonfirmasi melalui telepon, Rano Karno menanggapi santai adanya nama dia sebagai penerima uang dari tindak pidana pencucian uang Wawan. Ia membantah isi dakwaan dari jaksa KPK.
Komentar