GridPop.ID - Sampai saat ini, polemik tentang asal-muasal virus corona masih menjadi teka-tek yang belum bisa terpecahkan.
Banyak sekali spekulasi, pendapat, bahka teori konspirasi tentang Covid-19 ini.
Seperti yang sempat diucapkan oleh Presiden Amerika Serikat, Donald Trump.
Donald Trump sebelumnya menuding China bertanggung jawab terhadap penyebaran virus corona Covid-19 di dunia.
Dia bahkan mengklaim mempunyai bukti virus corona berasal dari Wuhan, China. Berbicara di konferensi pers di Gedung Putih, dia berkata bahwa dia merasa yakin virus itu berasal dari Institut Virologi Wuhan (WIV).
"Ada banyak teori. China bisa saja memberi tahu kami," ujar Trump sebagaimana dikutip Sky News pada Jumat (1/5/2020).
Sementara Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Geng Shuang menyebut bahwa asal virus adalah masalah ilmiah yang kompleks, dan harus dipelajari oleh para ilmuwan dan profesional.
Di saat pemimpin dunia berdebat, seperti apa para ahli sejauh ini menelusuri asal-usul virus SARS-CoV-2 ini?
Bukan hasil rekayasa
Konsensus ilmiah sejauh ini menolak pendapat bahwa virus corona Covid-19 direkayasa. Pendapat bahwa virus corona bukan rekayasa dan terjadi alami, hampir bulat di kalangan ahli.
Dalam sebuah surat kepada Nature pada bulan Maret, sebuah tim di California yang dipimpin oleh profesor mikrobiologi Kristian Andersen mengatakan data genetik menunjukkan bahwa Covid-19 tidak berasal dari tulang punggung virus yang sebelumnya digunakan.
Jauh lebih mungkin, kata mereka, adalah virus muncul secara alami dan menjadi lebih kuat melalui seleksi alam.
“Kami mengusulkan dua skenario yang secara masuk akal dapat menjelaskan asal-usul Sars-CoV-2: seleksi alam pada hewan inang sebelum transfer zoonosis [hewan ke manusia]; dan seleksi alam pada manusia setelah transfer zoonosis," kata Andersen.
Sementara dilansir Guardian, Peter Ben Embarek, seorang ahli di Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menjelaskan jika ada manipulasi virus, maka perlu untuk melihat bukti di kedua urutan gen dan juga distorsi dalam data pohon keluarga mutasi - efek yang disebut retikulasi.
Dalam sebuah pernyataan kepada Guardian, James Le Duc, kepala Laboratorium Nasional Galveston di AS, fasilitas biocontainment aktif terbesar di kampus akademik AS, juga mengamini saran tersebut.
"Ada bukti yang meyakinkan bahwa virus baru itu bukan hasil rekayasa genetika yang disengaja dan bahwa hampir pasti berasal dari alam, mengingat kemiripannya yang tinggi dengan coronavirus terkait kelelawar lain yang diketahui," kata Le Duc. Belum terbukti dari Lab Wuhan
Belum terbukti dari Lab Wuhan
Sebelumnya The Washington Post telah melaporkan kekhawatiran pada tahun 2018 tentang kelemahan keamanan dan manajemen laboratorium.
Hal itu didapat dari wawancara pejabat kedutaan AS yang mengunjungi Institut Virologi Wuhan (WIV) beberapa kali. Meskipun demikian surat kabar itu juga mengakui tidak ada bukti konklusif bahwa lab adalah sumber wabah.
Le Duc, bagaimanapun, melukiskan gambaran berbeda dari WIV.
"Saya telah mengunjungi laboratorium BSL4 baru di Wuhan, sebelum mulai beroperasi pada 2017- ... Ini memiliki kualitas dan keamanan yang sebanding dengan yang saat ini beroperasi di AS atau Eropa," kata dia.
Dia juga menggambarkan pertemuan dengan Shi Zhengli, ahli virologi Cina di WIV yang telah memimpin penelitian ke dalam virus korona kelelawar, dan menemukan hubungan antara kelelawar dan virus Sars yang menyebabkan penyakit di seluruh dunia pada tahun 2003.
"Sepenuhnya terlibat, sangat terbuka dan transparan tentang pekerjaannya, dan ingin berkolaborasi," ujar dia.
Maureen Miller, seorang ahli epidemiologi yang bekerja dengan Shi sebagai bagian dari program penelitian viral yang didanai AS, sependapat dengan penilaian Le Duc.
Dia mengatakan jika teori virus corona melarikan diri dan berasal dari lab Wuhan adalah "teori konspirasi absolut".
Waktu penyebaran virus
Mengenai waktu penyebaran virus, Peter Forster, seorang ahli genetika di Cambridge, membandingkan urutan genom virus yang dikumpulkan pada awal wabah Cina -dan kemudian secara global- dia mengidentifikasi tiga jenis dominan.
Di awal wabah, dua strain tampaknya telah beredar secara kasar pada saat yang sama -strain A dan strain B- dengan varian C yang kemudian berkembang dari strain B.
Tetapi dalam sebuah penemuan, versi dengan kemiripan genetik yang paling dekat dengan kelelawar coronavirus bukanlah yang paling umum pada awal di kota Wuhan di Cina tengah, tetapi dikaitkan dengan berhamburannya kasus-kasus awal di provinsi Guangdong selatan.
Antara 24 Desember 2019 dan 17 Januari 2020, Forster menjelaskan, hanya tiga dari 23 kasus di Wuhan adalah tipe A, sedangkan sisanya adalah tipe B.
Pada pasien di provinsi Guangdong, bagaimanapun, lima dari sembilan ditemukan memiliki tipe A dari virus.
"Meskipun jumlahnya sangat kecil, frekuensi genom awal hingga 17 Januari tidak mendukung Wuhan sebagai asal daripada bagian lain dari Cina, misalnya lima dari sembilan pasien Guangdong/Shenzhen yang memiliki tipe A," kata Forster.
Belum bisa dipastikan
Dengan kata lain, masih jauh dari kepastian bahwa Wuhan adalah tempat virus itu pertama kali muncul.
Keadaan pengetahuan saat ini tentang virus corona dan asalnya menyarankan penjelasan yang paling mungkin tetap paling umum.
Seperti virus corona sebelumnya, virus ini menyebar ke manusia melalui peristiwa alami, titik awal bagi banyak orang dalam komunitas ilmiah termasuk WHO.
Pengujian lebih lanjut di Cina dalam beberapa bulan ke depan pada akhirnya dapat menentukan sumber wabah tersebut. Tetapi untuk sekarang ini masih terlalu dini.
(*)
Source | : | Kompas.com |
Penulis | : | Septiana Risti Hapsari |
Editor | : | Sintia Nur Hanifah |
Komentar