GridPop.ID - Pandemi global virus corona sampai sekarang masih ditangani secara intensif oleh pemerintah.
Presiden Jokowi pun kini mulai lebih waspada dalam menangani virus corona di Indonesia ini.
Sebagai kepala pemerintahan, semua keputusan terkait penanganan wabah corona berada di tangannya.
Beberapa waktu lalu, Presiden Joko Widodo bahkan dengan tegas meminta kepada jajarannya agar mengupayakan kurva infeksi melandai di bulan Mei.
"Target kita di bulan Mei ini harus betul-betul tercapai," ujar Jokowi dalam sidang kabinet melalui video conference, Rabu (6/5/2020), dikutip dari Kompas.com.
"Sesuai dengan target yang kita berikan, yaitu kurvanya sudah harus turun, dan masuk posisi sedang di Juni. Di Juli harus masuk posisi ringan dengan cara apa pun," tegasnya.
Bukan hanya kepada jajaran pemerintahan, Jokowi menegaskan target itu hanya akan berhasil jika masyarakat dan pelaku usaha disiplin menerapkan protokol kesehatan Covid-19.
"Itu dilakukan tidak hanya oleh Gugus Tugas, tapi melibatkan seluruh elemen bangsa, jajaran pemerintahan, organisasi sosial kemasyarakatan, relawan, parpol, dan swasta. Ini harus diorkestrasi dengan baik," papar Jokowi.
"Saya yakin jika kita bersatu, jika kita disiplin dalam menjalankan protokol kesehatan, semua rencana yang sudah kita siapkan yang lalu bisa mengatasi covid secepat-cepatnya," tandasnya.
Menanggapi titah Presiden, Effendi Gazali selaku Pakar Komunikasi menilai Jokowi mulai kesal dengan cara kerja jajarannya.
Hal ini disampaikan Effendi dalam acara "Sapa Indonesia Malam" yang tayang pada 8 Mei 2020.
"Ini begitu mengejutkan ya kalau kita dengar pernyataan dari presiden, ini sekarang bukan kebijakan, tapi sudah arahan dan perintah ini untuk jajaran, apa maksudnya Bang Ege?" tanya presenter acara tersebut, dikutip Sosok.ID, dilansir dari YouTube Apa Kabar Indonesia, Minggu (10/5).
Ege alias Effendi kemudian menyoroti tiga hal terkait titah Presiden Jokowi.
"Yang pertama saya mau bilang, kita semua pasti sependapat mendukung Pak Presiden dan Ketua Gugus Tugas, kalau bisa cepetlah Covid-19 ini selesai," kata Effendi.
"Terima kasih untuk apa yang sudah dilakukan. Tapi dari apa yang diucapkan tadi, kesan utama yang saya tangkap adalah dia (Presiden Jokowi) mulai kesel," jelasnya.
Menurut Effendi, ada kalanya sebagai presiden yang mengemban tugas begitu berat, Jokowi boleh jadi sesekali merenungkan kondisi negara.
"Iya dong, dia (Jokowi) mulai kesel juga. Dan barangkali kan dia bagaimanapun pada suatu saat sebagai presiden yang duduk seorang diri kan," ucap Effendi.
"Menterinya nggak ada, penasehetnya nggak ada, yang datang ke tv-tv itu juga nggak ada, dia langsung mulai lihat-lihat, 'ini sebenarnya gimana sih', anda coba bayangkan loh (Presiden merenung)" tambahnya.
"Bahwa ada saatnya ketika dia seorang diri, menteri-menterinya sudah enggak ada penasehatnya pada pergi, terus yang biasa jubir-jubir di tv itu enggak ada, lama-lama dia duduk sendiri juga,
"Dia mikir-mikir 'Ini pada bener enggak sih yang disampaikan', lalu dia mulai bertanya nih, 'apa sih yang sebenarnya terjadi'," jelasnya.
Effendi lantas menyinggung, tentang bagaimana Jokowi 'dibohongi' jajarannya terkait pandemi virus corona.
"Jangan lupa loh, saya rasa untuk tingkat tertentu, Bapak Presiden kita, kalo betawi bilang nih ya, agak dikibulin kan pada awalnya," ungkap Effendi.
Effendi menyayangkan sikap istana, yang bukan mengingatkan pimpinannya untuk lebih waspada, namun justru berpeluang untuk mengajak mendatangkan WNA ke Indonesia.
Seperti diketahui, dari bulan Januari hinga Februari, Kemenkes kerap membantah ketika media asing mengingatkan tentang virus corona.
Sehingga Indonesia baru melaporkan kasus infeksi pertama pada 2 Maret lalu.
"Enggak ada sama sekali (kasus infeksi) 'kita aman, datangin saja turis-turis ke sini Pak, kita kasih buzzer pak', masak satu Istana enggak ada yang bilang, 'Pak mohon maaf pak, izin pak itu keliru," misalnya kayak gitu," kata Effendi.
"Ini kan enggak ada, jadi perlu juga Anda bayangkan ketika presiden seorang diri lalu dia mulai kesal, itu tadi," pungkasnya.
(*)
Source | : | Sosok.id |
Penulis | : | Septiana Risti Hapsari |
Editor | : | Maria Andriana Oky |
Komentar