Hal serupa disampaikan Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate.
"Kami menghargai keputusan pengadilan, tapi kami juga mencadangkan hak hukum sebagai tergugat. Kami akan berbicara dengan jaksa pengacara negara untuk menentukan langkah hukum selanjutnya," kata dia.
Johnny juga menegaskan bahwa keputusan pemblokiran internet ini diambil demi kebaikan masyarakat.
Sebab, saat itu masyarakat di Papua sedang panas akibat tindakan rasialisme yang dialami mahasiswa Papua di Surabaya.
Jika akses internet tetap dibuka, pemerintah khawatir penyebaran informasi hoaks justru bisa memperparah kerusuhan.
"Sebagaimana semua pemerintah, demikian hal Bapak Presiden Joko widodo dalam mengambil kebijakan tentu terutama untuk kepentingan negara, bangsa, dan rakyat Indonesia, termasuk di dalamnya rakyat Papua," kata Johnny.
Johnny juga mengaku sampai saat ini belum menemukan dokumen terkait keputusan pemerintah yang memblokir internet di Papua dan Papua Barat.
Saat pemblokiran itu dilakukan, Menkominfo masih dijabat oleh Rudiantara.
Bahkan, Johnny mengaku tidak menemukan informasi adanya rapat-rapat terdahulu di Kemenkominfo yang membahas soal pemblokiran itu.
Johnny justru berspekulasi bisa saja terjadi perusakan infrastruktur di Papua dan Papua Barat yang berdampak pada gangguan internet.
"Bisa saja terjadi adanya perusakan terhadap infrastrukur telekomunikasi yang berdampak gangguan internet di wilayah tersebut," kata dia.
(*)
Source | : | Kompas |
Penulis | : | Septiana Risti Hapsari |
Editor | : | Veronica Sri Wahyu Wardiningsih |
Komentar