GridPop.ID - Baru-baru ini Indonesia kembali dihantam berita duka atas tragedi di dunia penerbangan dalam negeri.
Bak petir di siang bolong, pesawat Sriwijaya Air dengan nomor penerbangan SJ-182 dinyatakan jatuh di perairan Kepulauan Seribu pada Sabtu (9/1/2021).
Peristiwa ini tentunya menambah memori kelam terkait insiden penerbangan di Indonesia.
Bagaimana tidak, melansir Tribunnews.com, tercatat sebanyak 104 kecelakaan pesawat telah terjadi di Indonesia sejak 1945.
Bahkan Kontan.co.id yang melansir laman Bloomberg menyebutkan ada 10 tragedi kecelakaan pesawat paling mematikan di Indonesia. Beberapa diantaranya adalah:
1. Kecelakaan Pesawat Garuda Indonesia
Pesawat Garuda Indonesa dengan nomor penerbangan 152 dikabarkan jatuh di dekat Medan pada 25 September 1997.
Pesawat ini berjenis Airbus A300B4-220 dengan jumlah penumpang yang tewas sebanyak 234 orang.
2. Kecelakaan Pesawat Adam Air
Pesawat Adam Air dengan nomor penerbangan 574 dikabarkan jatuh di Selat Makassar pada 1 Januari 2007.
Kecelakaan pesawat berjenis Boeing 737-4Q8 yang sempat mengundang beragam misteri ini menelan korban sebanyak 102 orang.
3. Kecelakaan Pesawat AirAsia
Pesawat AirAsia dengan nomor penerbangan 8501 dikabarkan jatuh di Selat Karimata, Laut Jawa pada 30 Juni 2015.
Pesawat ini berjenis Airbus A320-216 dengan jumlah penumpan tewas sebanyak 162 orang.
4. Kecelakaan Pesawat Lion Air
Pesawat Lion Air dengan nomor penerbangan 610 dikabarkan jatuh di Laut Jawa dekat Karawang pada 29 Oktober 2018.
Pesawat ini berjenis Boeing Max 737 dengan jumlah penumpang tewas sebanyak 189 orang.
Banyaknya tragedi pesawat jatuh di Indonesia rupanya menarik beberapa media asing untuk mengulas beberapa faktor penyebabnya.
Seperti dilansir melalui Kompas.com, media Amerika Serikat (AS) Bloomberg dalam artikel berjudul "Jet Crash Adds to Long List of Aviation Disaster in Indonesia" menyatakan ada dua faktor utama yang menyebabkan insiden itu.
Faktor Cuaca
"Indonesia, salah satu negara kepulauan terluas di Bumi, dengan pulau-pulau yang berjajar sepanjang London hingga New York, memiliki salah satu insiden badai petir dan sambaran petir terbanyak," tulis Bloomberg.
"Ada juga letusan gunung berapi, yang memuntahkan gumpalan abu ke udara yang bisa tersedot mesin jet, menyebabkan kerusakan," lanjut Bloomberg dalam artikelnya pada Minggu (10/1/2021).
Faktor Komunikasi
Bloomberg mencontohkan insiden AirAsia pada Desember 2014 yang berangkat dari Surabaya.
Disebutkan, pilot Indonesia dan kopilot dari Perancis gagal menangani kendala di auto-pilot, sehingga pesawat terjun ke laut.
Kombinasi Faktor Ekonomi, Sosial dan Geografi
Media AS lainnya, Associated Press atau yang biasa disingkat AP, menyebut ada tiga alasan di balik pesawat Indonesia sering jatuh.
"Ini karena kombinasi dari faktor ekonomi, sosial, dan geografi," tulis AP di artikel berjudul "EXPLAINER: Why Indonesia’s plane safety record is a concern", Senin (11/1/2021).
AP juga menyoroti maraknya Low Cost Carrier (LCC) di Indonesia yang menjadi opsi murah untuk terbang, meski masih banyak wilayah kurang memiliki infrastruktur yang aman.
"Industri ini memiliki sedikit regulasi atau pengawasan pada tahun-tahun awal booming penerbangan Indonesia," tulis AP.
Meski begitu, media yang berdiri sejak 1846 tersebut juga menerangkan bahwa belakangan ini kondisi mulai membaik di dunia aviasi Indonesia.
"Kemajuan industri ini meningkat signifikan dan pengawasan menjadi lebih ketat," kata pakar penerbangan dan pemimpin redaksi AirlineRatings.com, Geoffrey Thomas, kepada AP.
Efek Pandemi
Jika Bloomberg dan AP menyoroti penyebab kecelakaan pesawat di Indonesia secara keseluruhan, Channel News Asia (CNA) dan New York Times mempertanyakan kondisi pesawat dan kru yang baru kembali setelah "libur panjang" selama pandemi virus corona.
"Maskapai ini (Sriwijaya Air) pada akhir 2019 mengakhiri kemitraan selama setahun dengan maskapai nasional Garuda Indonesia, dan beroperasi secara independen," tulis CNA pada Minggu (10/1/2021).
Dalam artikel berjudul "Sriwijaya Air crash places Indonesia's aviation safety under fresh spotlight", CNA juga menyebutkan separuh lebih armada Sriwijaya Air sempat dikandangkan Kementerian Perhubungan karena faktor kelaikan terbang.
Dikandangkannya pesawat-pesawat selama awal pandemi virus corona lalu disorot New York Times.
Dikatakan bahwa para pilot merasa mulai dari awal lagi setelah jeda sebulan, ujar Captain Rama Noya, Ketua Asosiasi Pilot Indonesia yang juga penerbang Sriwijaya Air.
"Mental kru terpukul karena pemotongan gaji akibat pandemi, dan dengan jam terbang bulanan rendah, kinerja kru harus diperhatikan," ucap pakar aviasi indepen Indonesia, Gerry Soejatman, yang dikutip New York Times.
GridPop.ID (*)
Source | : | Kompas.com,Tribunnews.com,Kontan.co.id |
Penulis | : | Sintia N |
Editor | : | Sintia N |
Komentar