GridPop.ID - Surat keberatan yang dilayangkan merek perlengkapan outdoor Eiger turut menyita perhatian Ketua Departemen Pendidikan Asosiasi Perusahaan Public Relations Indonesia ( APPRI), Arya Gumilar.
Menurut Arya, visi misi Eiger sebagai brand ternama tidak sampai ke seluruh karyawan di perusahaannya.
Hal ini terlihat dari bagaimana mereka menyampaikan poin-poin keberatannya kepada YouTuber Dian Widiyanarko, Kamis (28/1).
Padahal, Dian membeli sendiri produk tersebut untuk ia jadikan konten review, bukan endorse dari Eiger.
"Dari segi public relations (PR), saya melihat (kasus) ini bukan hanya masalah perorangan atau divisi yang bersangkutan. Di era interaksi seperti sekarang, semua karyawan adalah duta perusahaan," kata Arya saat dihubungi Kompas.com, Jumat (29/1/2021).
"Jika ada isu terkait perusahaan, setiap karyawan yang tergabung di grup Whatsapp sekolahan (misalnya), juga pasti ditanya sama teman-temannya karena mereka tahu karyawan ini kerja di mana. Maka, brand purpose perusahaan seharusnya dipahami semua karyawan," jelasnya.
Arya yang juga General Manager di SAC Indonesia (360 Communications) dan BAYK Strategic Sustainability itu pun mempertanyakan bagaimana Eiger memosisikan diri di publik sehingga menyebabkan terjadinya kasus yang merugikan nilai brand mereka.
"Eiger memosisikan diri di publik sebagai apa? Kalau positioning-nya adalah 'produsen outdoor goods untuk semua kebutuhan dan untuk semua konsumen dari pemula sampai praktisi professional outdoor activities', maka harus mengerti kalo brand-nya itu milik semua orang. Enggak boleh marah kalau ada yang bikin konten dengan kualitas tidak sesuai keinginan. (Contoh) Presiden milik semua kalangan, masak marah kalo ada foto beredar dia lagi salaman sama masyarakat miskin?" papar Arya.
"Tapi, kalau positioning-nya: 'Eiger itu brand keren yang enggak semua orang bisa pakai. Produk ini harus terlihat bagus karena kita bikin supaya orang terlihat cakep', maka Eiger enggak perlu minta maaf. Tinggal bilang: 'Sorry, guys. Kita udah bikin keren-keren, masak di-review dengan kualitas video enggak keren. Konsumen kita yang udah keren-keren nanti keberatan'," ucapnya.
Menurut Arya, keputusan Eiger yang kemudian meminta maaf berupa surat dengan membubuhkan tanda tangan Ronny Lukito selaku Chief Executive Officer dan diunggah ke medsos, berarti mereka merasa menjadi milik publik.
"Kalau mereka memosisikan diri yang pertama, sehingga CEO-nya minta maaf, berarti brand purpose, core value, visi misi perusahaan enggak sampai ke setiap divisi. Yang bikin miris, kasus ini diawali oleh divisi Human Capital yang justru (biasanya) bertugas untuk membuat setiap karyawan paham tentang Eiger," kata Arya.
Arya menambahkan, penting bagi perusahaan untuk hadir di publik sebagai personal dan manusiawi di media sosial.
"Di era medsos, semua orang adalah pemimpin redaksi. Isu besar bukan hanya bisa dibikin oleh media massa. Medsos bukan media konvensional seperti televisi yang satu arah dan audiens pasif. Medsos adalah ruang dialog. Maka, perusahaan sebesar apapun harus hadir sebagai personal dan manusiawi," ujar Arya.
Karena itu, Arya menyambut positif sikap Eiger yang meminta maaf di publik via media sosial ketimbang melaporkan Dian selaku yang menyebarkan surat itu ke medsos dan menempuh jalur hukum.
"Kebiasaan korporasi menghadapi isu begini adalah menempuh jalur hukum. Hati-hati. Di mata publik, korporasi adalah Goliath dan konsumen adalah David. Publik tidak peduli siapa yang salah secara hukum, yang akan mereka bela adalah yang lemah. Minta maaf selalu jadi gesture awal yang baik, kok, jelasnya.
Arya menilai, permintaan maaf dari Eiger mungkin tak lantas menuntaskan segalanya lantaran persepsi publik kadung terbentuk.
Akan tetapi, ia menyoroti banyaknya tanggapan netizen yang sesungguhnya positif terhadap Ronny Lukito, CEO Eiger.
"Publik mungkin cepat melupakan, tapi persepsi kadung terbentuk. Yang menarik, CEO Eiger adalah sosok yang 'kuat' di mata publik, hasil dari storytelling yang dibangun sejak lama tentang beliau dan community relations yang kuat. Jadi saat kasus ini terjadi, banyak netizen justru 'membela' dengan semacam: 'Pak Ronny yang bangun susah payah, dirusak sama karyawan'. Karenanya, Eiger jadi kuat juga karena sosok personal," ungkapnya.
Arya pun menyarankan agar Eiger membalikkan keadaan dengan menerapkan cara PR yang tepat.
"Sekadar saran, krisis itu juga peluang. Selalu ada cara untuk mengubah kendala jadi kendali," tutupnya.
GridPop.ID (*)
Source | : | Kompas.com |
Penulis | : | Arif B |
Editor | : | Andriana Oky |
Komentar