Dalam perkembangannya, kata "mudik" mengalami perubahan makna. Pada awalnya berarti pergi ke hulu sungai, kini bermakna pergi ke kampung.
"Dari arti awal 'pergi ke hulu sungai', kata ini mengalami perubahan makna 'pergi ke kampung' karena hulu sungai (pedalaman) dianggap identik dengan kampung asal," terang Ivan.
Makna mudik kemudian tidak hanya terbatas pada kampung saja. Kampung atau tempat asal menjadi bukan hanya merujuk pada wilayah kampung/desa, melainkan juga wilayah kota.
"Komponen makna yang dipertahankan ialah "tempat asal", bukan jenis tempat asal itu," kata Ivan.
Ternyata kebiasaan mudik sudah ada sejak zaman kerajaan.
Dosen Sejarah Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, Silverio Raden Lilik Aji Sampurno mengungkapkan, kebiasaan mudik sudah ada sejak zaman Majapahit dan Mataram Islam, di wilayah kekuasaan Majapahit hingga ke Sri Lanka dan Semenanjung Malaya.
Akan tetapi, isliah "mudik" baru populer sekitar 1970-an. Kata ini menjadi sebutan untuk perantau yang pulang ke kampung halamannya.
Dalam bahasa Jawa, masyarakat mengartikan mudik sebagai akronim dari mulih dhisik yang berarti pulang dulu.
Sementara, masyarakat Betawi mengartikan mudik sebagai 'kembali ke udik'.
Dalam bahasa Betawi, udik berarti kampung. Akhirnya, secara bahasa mengalami penyederhanaan kata dari "udik" menjadi "mudik".
GridPop.ID (*)
Source | : | Kompas.com,GridPop.ID |
Penulis | : | Septiana Hapsari |
Editor | : | Septiana Hapsari |
Komentar