"Saya pernah tanya ke Pak RT, 'Lah kok belum dapat (bantuan) apa-apa, Pak?' Dia bilangnya belum ada jatahnya. Saya sampai pernah fotokopi sampai rangkap 20 pas diminta, ya belum ada kabar apa-apa, belum dapat apa-apa sama sekali," kata dia.
"Saya sampai pernah bilang ke RT RW begini, 'Pak, saya mau tanya, apa saya ini gelandangan? Kok sampai tidak didata?' Lalu diminta KTP, tapi ya begitu, tidak ada kabar apa-apa," tutur dia.
Sumirah mengaku sedih ketika melihat tetangga dan warga lain mengantre bantuan dari pemerintah.
Dia hanya bisa memandangi, sembari berusaha tetap mengucap syukur dalam hati lantaran masih diberi kesehatan hingga saat ini.
"Mulai corona, saya tidak dapat (bantuan) apa-apa, sumpah demi Allah, Nak. Belum pernah juga disenggol (mendapat kabar)," ujarnya.
"Saya lihat orang-orang ambil beras dan duit, hati saya menangis, Nak," sambung Sumirah.
Sedangkan untuk menyambung hidupnya, Sumirah mengaku hanya mengandalkan bantuan dari warga sekitar dan tetangga terdekat.
Meski begitu, Sumirah merasa bersyukur bisa hidup sehat di usianya saat ini.
"Setiap hari dikasih tetangga, saudara-saudara kiri kanan sudah seperti anak dan cucu-cucu saya sendiri," ujar perempuan kelahiran 18 Februari 1932 itu.
Ketika sakit pun, Sumirah mengaku kerap dirawat oleh tetangga dan warga yang peduli terhadapnya.
"Kalau sakit, saya didatangi dan dibantu tetangga dan ibu-ibu PKK. Tapi alhamdulillah, saya belum pernah sakit parah, pernah ke puskesmas, bilangnya sehat semua," tutur dia.
GridPop.ID (*)
Source | : | Kompas.com,Tribunnews.com |
Penulis | : | Sintia N |
Editor | : | Sintia N |
Komentar