GridPop.ID - Vaksin Sinovac menjadi salah satu vaksin andalan yang disuntikkan di sebagian besar masyarakat di Tanah Air.
Namun, sebagian masyarakat khawatir perihal antibodi vaksin Sinovac, terutama rumor yang menyebutkan efektivitasnya menurun 6 bulan pasca vaksinasi.
Warganet risau jika mereka tak lagi terlindungi secara optimal dari risiko penyebaran Covid-19.
Apalagi informasi di media sosial itu menyebarkan hasil penelitian pada vaksin tersebut yang dilakukan di China.
Penelitian di China tersebut melibatkan 540 orang partisipan berusia 18 hingga 59 tahun.
Para partisipan menerima dosis vaksin Sinovac ketiga setelah 6 sampai 8 bulan pasca dosis kedua dan menunjukkan hasil yang jauh lebih memuaskan.
Dalam penelitian itu juga kadar antibodi diukur ulang setelah 28 hari pemberian dosis ketiga.
Kadar antibodi yang ditemukan meningkat hingga lebih dari tiga kali lipat dibandingkan sebelumnya.
Kabar tersebut kemudian memicu anggapan agar masyarakat perlu mendapatkan vaksin dosis ketiga sebagai booster untuk menangkal infeksi virus.
Alasan Memilih Vaksin Sinovac
Mengutip dari pemberitaan intisari online, Vaksin virus corona menjadi salah satu cara untuk menekan lonjakan kasus virus corona di seluruh dunia.
Tidak heran banyak negara berlomba-lomba mendapatkan sebanyak apapun vaksin virus corona.
Akan tetapi setiap warga negara boleh memilih vaksin Covid-19 yang menurut mereka aman untuk dirinya sendiri.
Itulah yang dilakukan oleh Jade Lim (32).
Jade Lim membuat pilihan yang tidak biasa ketika rekan-rekannya memilih antara vaksin Pfizer-BioNTech dan Moderna.
Sebab meskipun tidak diketahui memiliki alergi terhadap kedua vaksin tersebut, dia memilih menggunakan vaksin Sinovac yang berasal dari China.
Dia pun mendapatkan vaksin Sinovac di institusi perawatan kesehatan swasta yang disetujui dalam kerangka Rute Akses Khusus.
“Semua orang terkejut,” katanya seperti dilansir dari channelnewsasia.com pada Sabtu (4/9/2021).
Tapi dia merasa lebih nyaman dengan Sinovac (yang menggunakan virus yang tidak aktif) dibandingkan dengan dua lainnya, yang menggunakan teknologi messenger ribonucleic acid (mRNA).
Untuk satu hal, dia khawatir tentang efek samping dari vaksin mRNA.
“Sebagai orang yang sehat dengan daya tahan tubuh yang baik, saya merasa tidak perlu mengonsumsi sesuatu yang akan memicu begitu banyak reaksi di dalam tubuh,” kata dokter hewan tersebut.
"Juga apa yang akan terjadi 50 tahun kemudian(adalah sesuatu yang tidak akan kita ketahui."
"Sedangkan virus yang tidak aktif telah digunakan selama beberapa dekade."
Lebih aman, dicoba dan diuji, lebih sedikit efek samping adalah salah satu alasan orang lebih memilih vaksin Sinovac.
Teknologi virus yang tidak aktif dari Sinovac mengharuskan orang tersebut disuntik dengan partikel virus corona yang mati, yang nantinya memicu sistem kekebalan tubuh untuk menghasilkan antibodi terhadap Covid-19.
Vaksin mRNA, di sisi lain, melibatkan penyuntikan potongan kode genetik virus ke pasien.
Ia bekerja sebagai "resep" untuk mengarahkan produksi bagian tertentu dari virus, protein lonjakan.
Lalu untuk memicu respons imun tanpa membuat pasien terpapar virus.
Uji coba teknologi mRNA pada manusia dimulai pada tahun 2009.
Sementara virus yang tidak aktif diperkenalkan pada akhir abad ke-19 dan sejak itu telah digunakan untuk mengobati penyakit seperti tipus, polio, dan bahkan flu musiman.
Berdasarkan perkiraan Kementerian Kesehatan pada 10 Agustus, ada 85.000 orang di Singapura yang menerima dosis pertama vaksin Sinovac pada 12 Agustus.
Mereka yang menerima 2 kali vaksin Sinovac sekarang termasuk dalam hitungan vaksinasi Singapura dan dianggap telah divaksinasi penuh.
Tetapi karena Sinovac bukan bagian dari program vaksinasi nasional, mereka yang menginginkan vaksin ini harus membayar 10 hingga 25 Dollar Singapura per dosis.
Soal kemanjuran, Spesialis penyakit menular Loh Jiashen dari Rumah Sakit Farrer Park, memang banyak yang meragukan Sinovac.
Tapi karena data keamanan Sinovac tidak seterbuka dan tidak tersedia untuk umum.
Dia mencatat bahwa tingkat kemanjuran Sinovac adalah 51 persen.
Sedangkan vaksin Pfizer-BioNTech dan Moderna masing-masing adalah 95 persen dan 94 persen.
Semakin tinggi tingkat kemanjuran, semakin banyak perlindungan terhadap penyakit simtomatik.
Sebuah studi Mayo Clinic baru-baru ini di Minnesota menemukan bahwa efektivitas vaksin mRNA terhadap varian Delta telah turun menjadi 76 persen untuk Moderna dan 42 persen untuk Pfizer-BioNTech.
Lalu sebuah studi baru-baru ini yang diterbitkan dalam New England Journal of Medicine, yang melibatkan 10,2 juta peserta di Chili, menunjukkan bahwa vaksin Sinovac efektif 87,5 persen dalam mencegah rawat inap dan 86,3 persen dalam mencegah kematian akibat Covid-19.
Dua dosis sudah cukup untuk tangkal virus corona
Ketua Tim Uji Klinis Nasional Vaksin Covid-19 Kusnandi Rusmil membenarkan bahwa antibodi dalam tubuh yang dihasilkan vaksin Covid-19 Sinovac menurun setelah 6 bulan menerima vaksin dosis kedua.
Dikutip Kompas.com, Kamis (29/7/202), Kusnandi menyebutkan bahwa setiap orang yang sudah melakukan vaksin Covid-19 Sinovac dua dosis sudah memiliki antibodi yang tinggi untuk melawan virus corona.
"Tapi setiap orang yang sudah divaksin akan membentuk antibodi yang tinggi bila kontak dengan virus Covid," katanya.
Senada dengan Kusnadi, Spesialis penyakit dalam, RA Adaninggar,dr,SpPD, mengatakan bahwa penurunan antibodi sebagai sesuatu yang normal.
"Kadarnya pasti akan turun tentunya, selama beberapa saat sesuai sistem imun masing-masing," terangnya.
Sel memori bantu tubuh mengingat virus corona
Menurutnya, penurunan jumlah antibodi ini tidak perlu dikhawatirkan selama tidak ada infeksi virus atau belum divaksin ulang.
Toh kekebalan tubuh tetap bisa terjaga karena adanya yang namanya sel memori di dalam tubuh manusia.
Vaksin Sinovac, kata Dokter Ning, bisa menginduksi terbentuknya sel T alias sel memori yang akan memicu pembentukan antibodi dalam kadar yang tinggi jika terinfeksi Covid-19 lagi.
Sel ini, tambahnya, bisa mengingat bentuk dari virus tersebut sehingga ketika terinfeksi akan cepat memicu tubuh untuk membentuk antibodi.
Jumlah antibodi yang terbentuk bahkan bisa jauh lebih tinggi hingga tiga kali lipatnya.
Karena alasan ini pula, ia menilai vaksin dosis ketiga untuk masyarakat non tenaga kesehatan belum dibutuhkan.
Berbeda dengan masyarakat umum, para nakes membutuhkan booster ketiga untuk mempertahankan antibodi lantaran paparan virus yang amat tinggi.
Mereka adalah garda depan penanganan pandemi.
"Sebaiknya masyarakat bersama pemerintah lebih fokus mempercepat laju program vaksinasi ke seluruh lapisan masyarakat sebelum melakukan booster dosis ketiga," ujarnya.
Dosis vaksin yang tersedia saat ini sebaiknya diberikan kepada orang-orang yang belum pernah mendapatkan vaksinasi.
Perluasan cakupan vaksin di berbagai wilayah di Indonesia ini dipercaya dapat mempercepat capaian herd immunity sehingga infeksi virus bisa diminimalisir.
Risiko paparan virusnya masih bisa dikontrol dengan disiplin mengenakan masker dan menerapkan protokol kesehatan.
Apalagi belum ada studi yang menyebutkan efektivitas vaksin Sinovac setelah 6 hingga 8 bulan pasca penerimaan dosis kedua.
Selain itu, batas antibodi yang mampu memberikan perlindungan dari Covid-19 bergejala parah belum diketahui. Sehingga masih terlalu dini untuk memutuskan apakah penurunan tersebut berarti terdapat penurunan efektivitas.
GridPop.ID (*)
Source | : | Kompas.com,intisari |
Penulis | : | Luvy Octaviani |
Editor | : | Luvy Octaviani |
Komentar