"Banyaklah, dianggap orang gila, diusir tokoh-tokoh karena bertentangan dengan ilmu-ilmu mereka, dikira mau memerangi ilmu magis mereka," kata Dudi.
Kini Dudi mengaku mampu meraih omzet Rp 4 miliar per tahun dari bisnis tanaman kelor (Moringa olifeira) yang dijalaninya selama ini.
"Kemarin ya masih Rp 4 miliar per tahun. Karena kalau kami lebih banyak ke pembelajaran, ya karena jual sistem itu," ucap Dudi.
Ia pun mengenang masa-masa ketika dulu masih minim dukungan, termasuk pemerintah.
"Pemerintah sendiri dulu jelas enggak peduli. Kalau sekarang mah pemerintah sudah sangat support dengan kelor," kelakarnya.
Menurut dia, kebutuhan pasokan kelor untuk mencukupi pasar global masih sangat terbuka lebar.
Sejumlah negara Eropa, Timur Tengah, hingga Amerika sangat membutuhkan produk kelor.
"Banyak yang tidak percaya ke saya ketika saya bilang pasar kelor itu triliunan per tahun. Padahal itu bukan kata saya, hasil hitung-hitungannya Kementerian Luar Negeri Uni Eropa seperti itu," ujar Dudi.
Menurut Dudi, kebutuhan pasar dunia seperti itu hanya baru dicukupi 30 persen.
"Dalam 30 persen itu, 80 persennya disuplai oleh India," kata dia.
Dengan demikian, menurut Dudi, masih banyak kesempatan bagi masyarakat untuk melakukan bisnis kelor.
Apalagi, tanaman kelor sangat bagus dibudidayakan di wilayah tropis seperti Indonesia. Kelor bisa tumbuh di manapun karena semakin bagus ketika dekat dengan matahari.
Kandungan nutrisinya terbilang konsisten, baik yang ditanam dari Aceh hingga Papua.
"Tapi ketika diolah, itu bisa berlipat tinggi atau bisa menjadi bahaya untuk dikonsumsi. Jadi kualitas kelor itu bagaimana mengolahnya, bukan di mana menanamnya," kata Dudi.
Source | : | Kompas.com,Pos Kupang |
Penulis | : | Lina Sofia |
Editor | : | Andriana Oky |
Komentar