GridPop.ID - Kasus korupsi yang menjerat Bupati Nonaktif Langkat yakni Terbit Rencana Perangin Angin kini menjadi sorotan.
Dilansir dari laman kompas.com, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menetapkan Bupati Nonaktif Langkat Terbit Rencana Perangin-Angin sebagai tersangka suap penerimaan hadiah atau janji terkait pekerjaan proyek di Langkat Tahun Anggaran 2020-2022, Kamis (20/1/2022).
Terbit ditetapkan sebagai tersangka bersama enam orang lainnya yang terdiri dari aparatur sipil negara (ASN) dan pihak swasta.
"Untuk proses penyidikan, dilakukan upaya paksa penahanan oleh tim penyidik bagi tersangka. Penahanan terhitung mulai 19 Januari 2022 sampai dengan 7 Februari," ucap Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron dalam konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (20/1/2022).
Sebagaimana diketahui, Terbit terjaring operasi tangkap tangan (OTT) KPK bersama tujuh orang lainnya di Langkat, Sumatera Utara, pada Selasa (18/1/2022).
Dalam OTT tersebut, tim KPK mengamankan barang bukti uang sejumlah Rp 786 juta.
Diduga uang tersebut merupakan sebagian kecil yang diterima Terbit melalui orang kepercayaannya terkait pekerjaan proyek di Langkat.
Tak hanya kasus korupsi, Terbit Rencana Perangin-Angin juga menjadi pusat perhatian setelah ditemukannya kerangkeng manusia di rumahnya.
Baru-baru ini, mantan penghuni kerangkeng manusia Bupati Nonaktif Langkat itu mendadak mengungkapkan fakta mengejutkan.
Mantan penghuni tersebut adalah Suparman Perangin-angin yang kini dipercaya sebagai pengawas kerangkeng milik sang bupati.
Dilansir TribunWow.com, Suparman mengaku tak terima saat Terbit disebut melakukan perbudakan modern.
Ia bahkan mengaku menangis melihat pemberitaan di media yang menyebut Terbit menyiksa para tahanan.
Hal itu diungkapkan Suparman dalam acara AIMAN yang diunggah dalam kanal YouTube Kompas TV, Rabu (2/2/2022).
Menurut Suparman, Terbit menjamin kesehatan para tahanan.
"(Kalau ada yang sakit) kita bawa ke klinik yang ada di dekat sini," ujar Suparman.
"Kalau yang namanya demam kan biasa, kalau sudah dimasukkin lagi ke sini (penjara). Pecandu narkoba kalau enggak ditahan, berkeliaran, gimana sembuhnya?," lanjutnya.
Suparman lantas menunjukkan kondisi di dalam kerangkeng manusia di rumah sang bupati.
Meski terlihat tak begitu luas, kata dia, kerangkeng tersebut bisa memuat paling banyak 50 tahanan.
"Di bawah pun bisa tidur, jadi dilapisi karpet. Maksimal 50 orang, kalau sudah penuh ya tidak terima" jelasnya.
Lebih lanjut, Suparman membantah jika para tahanan dipekerjakan tanpa gaji di kebun kelapa sawit milik Terbit.
Justru, kata Suparman, para tahanan diberi pembinaan sesuai keahlian.
Hal itu pula yang dulu dirasakan Suparman.
"Dia dibina berdasarkan keahlian mereka. Misalkan dia dulu punya bengkel, kalau memang memungkinkan ya diberi keahlian," jelasnya.
"Saya dulu sekolah di akademi perawat, lantaran jahat orangtua tidak sanggup lagi."
Suparman mengaku kehidupannya kini jauh lebih baik seusai keluar dari kerangkeng milik Terbit.
Dulu, Suparman yang merupakan penjudi bahkan nyaris kehilangan keluarganya.
"Keluarga sudah saya tinggalkan, tapi sekarang sudah balik sama istri setelah keluar dari sini," ucap Suparman.
"Dulu judi dadu, sudah habis satu Innova baru."
Karena itu, Suparman mengaku tak terima saat Terbit disebut melakukan perbudakan modern.
Pasalnya, Suparman mengaku memiliki kehidupan yang jauh lebih baik seusai keluar dari kerangkeng tersebut.
"Kalau itu kita serahkan ke KPK, saya nangis kalau diberitakan ini perbudakan modern."
"Tidak benar, kalau tidak ada ini saya bukan manusia lagi."
"Dipercayakan saya sebagai pengawas di sini saya bersyukur, saya bisa mengajari adik-adik saya di sini supaya punya kehidupan lebih baik di depan," tukasnya.
GridPop.ID (*)
Source | : | Kompas.com,TribunWow |
Penulis | : | Luvy Octaviani |
Editor | : | Luvy Octaviani |
Komentar