Selama di Manado, dia hidup menumpang saudaranya. Dia bekerja di toko dan membesarkan sendiri anaknya.
Namun cobaan hidup kembali menerpa. Ketika anaknya berusia satu setengah tahun, timbul benjolan di sekitar telinga. Saat itu dia stres lantaran menurut rumah sakit dibutuhkan biaya operasi Rp 15 juta dan pengobatan Rp 10 juta.
"Besarnya seperti bola pingpong. Malah lama- lama membesar dan berubah jadi warna ungu," ujarnya saat ditemui Tribun Manado, beberapa hari lalu.
Demi bisa mendapatkan uang untuk biaya operasi anaknya itu, dia meminta bantuan saudara untuk mencarikan pinjaman.
Beruntung, saudaranya itu memiliki banyak relasi sehingga uang total Rp 25 juta dapat dikumpulkan dan operasi anak laki-lakinya bisa segera dilaksanakan.
Setelah melewati serangkaian operasi dan perawatan medis, infeksi yang dialami anaknya bisa sembuh.
Namun lain muncul, yakni bagaimana mengganti pinjaman uang yang digunakan untuk membayar biaya operasi anaknya.
Sebagai seorang pegawai toko, uang Rp 25 juta menurutnya sangat sulit untuk bisa didapatkan dalam waktu singkat.
"Kasihan saudara saya itu. Dia yang dikejar- kejar orang yang kasih pinjaman. Setelah itu, malamnya pasti langsung tagih ke saya. Terkadang mintanya baik-baik, tapi terkadang juga sudah dengan emosi, karena mungkin sudah dituntut terus. Saya juga jadi tidak enak, apalagi saya hanya tinggal menumpang," ujarnya.
Hingga suatu hari, ketika ia pulang bekerja, bertemu dengan seorang laki-laki. Waktu itu jarum jam sudah menunjuk sebelas malam. Laki-laki yang mengendarai mobil itu menghampirinya dan menawarkan diri untuk mengantarnya pulang.
Source | : | tribunbali,GridPop.ID |
Penulis | : | Luvy Octaviani |
Editor | : | Luvy Octaviani |
Komentar