GridPop.ID - Tiga tersangka pembunuhan Brigadir J telah menjalani tes kejujuran atau lie detector.
Ketiga tersangka dimaksud adalah Bharada E, Bripka RR dan Kuat Maruf.
Mereka dinyatakan memberikan pernyataan jujur berdasarkan uji polygraph atau lie detector.
Melansir Tribunnews.com, Hasil tersebut hdisampaikan oleh Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtdipidum) Bareskrim Polri, Brigjen Andi Rian di Puslabfor, Sentul, Bogor, Jawa Barat.
Kondisi kasus ini kurang lebih mirip dengan kasus Jessica Kumala Wongso dalam kasus kopi sianida.
Kala itu Jessica Kumala Wongso mendapatkan pertanyaan apakah dirinya membunuh Mirna Salihin. Pertanyaan tersebut ia bantah secara tegas.
Alhasil Jessica lolos dari lie detector dan dinyatakan No Deception Indicated.
Akan tetapi Jessica tetap dijadikan terdakwa pembunuhan Mirna dan dihukum penjara selama 20 tahun.
Akankah nasib Kuat Maruf Cs akan berakhir sama seperti Jessica Wongso?
Terkait kondisi ini Irjen Purn Aryanto Sutadi menyebutkan bukti lie detector tidak efektif dalam kasus Jessica.
Menurut Aryanto Sutadi orang yang sudah mahir atau pandai berbohong akan dengan mudah mengelabui lie detector.
"Itu contoh kalau lie detector itu tidak berguna untuk yang sudah terbiasa bohong," ucap Irjen Purn Aryanto Sutadi dikutip TribunJakarta dari YouTube Kompas TV.
Aryanto Sutadi menjelaskan karena hasil lie detector dapat dimanipulasi, maka tak akan dipakai dalam persidangan.
Sehingga, Bripka RR dan Kuat Maruf masih dimungkinkan terjerat pasal 340 tentang pembunuhan berencana subsider pasal 338 tentang pembunuhan juncto pasal 55 dan pasal 56 KUHP, seperti Jessica.
Hal senada pun diungkapkan oleh ahli hukum pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar.
Dalam keterangannya yang dikutip dari Kompas.com, ia menjelaskan hasil pemeriksaan alat lie detector terhadap tersangka dan saksi kasus pembunuhan Brigadir J tidak membuatnya menjadi alat bukti tindak pidana.
"Alat itu dan hasilnya tidak termasuk alat bukti sebagaimana diatur dalam Pasal 184 KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana)," kata Abdul saat dihubungi Kompas.com, Selasa (6/9/2022).
Abdul memaparkan, yang dimaksud alat bukti dalam Pasal 184 adalah keterangan saksi, keterangan ahli, surat, keterangan tersangka, petunjuk (persesuaian 2 atau lebih alat bukti kecuali keterangan ahli), dan keterangan terdakwa.
Menurut Abdul, bisa saja dalam persidangan penyidik dan jaksa memasukkan hasil pemeriksaan poligraf atau lie detector sebagai alat bukti keterangan ahli.
"Jika pun dimasukkan, itu alat bukti keterangan ahli, tetap bukan bukti terjadinya kejahatan," ujar Abdul.
"Artinya bukti apapun yang tidak berkaitan dengan kejahatannya tidak relevan," lanjutnya.
GridPop.ID (*)
Source | : | Kompas.com,Tribunnews.com |
Penulis | : | Andriana Oky |
Editor | : | Andriana Oky |
Komentar