Partisipan yang menggunakan pelumas, bahkan yang sering menggunakan, ditemukan tidak memiliki kemungkinan hamil yang lebih kecil daripada mereka yang tidak pernah menggunakan pelumas.
Pada penelitian kedua, peneliti melihat secara khusus waktu kehamilan (atau berapa lama dibutuhkan pasangan untuk hamil, dan bagaimana korealasinya terhadap penggunaan pelumas.
Lebih dari 6.000 wanita yang dikategorikan sebagai "perencana kehamilan" mengisi kuisioner untuk penelitian ini.
Peneliti menemukan, tingkat kesuburan mereka tidak menurun dan penggunaan pelumas tampaknya tidak memengaruhi waktu untuk kehamilan.
Lalu, bagaimana perbedaan antara penelitian laboratorium dan kehidupan nyata?
Ada kemungkinan bahwa ketika seseorang menggunakan pelumas di dunia nyata, sperma terkena konsentrasi pelumas yang lebih rendah atau mendapat waktu paparan yang lebih pendek, daripada dalam penelitian laboratorium.
Selain itu, mungkin juga sebagian besar pria memiliki air mani yang cukup kuat untuk menangkal dampak buruk pelumas sehingga hubungan intim tetap menyebabkan kehamilan.
Jadi, meskipun pengaruh pelumas terhadap kemampuan sperma untuk membuahi didukung oleh sejumlah penelitian, tetap ada kemungkinan kehamilan ketika seseorang melakukan hubungan intim tanpa kontrasepsi.
Sehingga jika tidak berencana hamil, sebaiknya tetap menggunakan alat kontrasepsi yang dapat diandalkan, selain kondom gunakan pula pil, cincin, atau IUD.
Sementara bagi pasangan yang merencanakan kehamilan namun tahu berada pada kondisi tertentu, seperti pria punya masalah dengan jumlah sperma yang renndah, motilitas sperma yang buruk, atau masalah kesuburan lainnya, para ahli tidak merekomendasikan penggunaan pelumas.
Hal ini dilakukan demi memaksimalkan peluang kehamilan.
Source | : | Kompas.com,OpenAI |
Penulis | : | Grid. |
Editor | : | Helna Estalansa |
Komentar