GridPop.ID - Skandal penyeludupan barang mewah di maskapai Garuda Indonesia masih jadi bahan perbincangan.
Terungkapnya penyelundupan barang mewah tersebut juga menyeret Direktur Utama Garuda Indonesia Ari Askhara.
Atas perbuatannya, karier Ari Askhara pun harus terjun bebas.
Diberitakan Kompas.com, kasus ini bermula saat pesawat bertipe baru dan belum pernah dioperasikan oleh PT Garuda Indonesia ini mendarat di hanggar milik PT Garuda Maintenance Facility (GMF) Bandara Soekarno-Hatta.
Penemuan barang mewah oleh petugas Bea dan Cukai di lambung pesawat Garuda dengan nomor penerbangan GA9721 bertipe Airbus A330-900 Neo terjadi pada Minggu (17/11/2019) lalu.
Petugas menemukan onderdil motor mewah Harley Davidson dan sepeda Bromptom ilegal di pesawat yang baru datang dari pabrik Airbus di Perancis ini.
Serta, 3 koli berisi dua sepeda baru merk Brompton dan aksesoris sepeda lainnya. Kedatangan pesawat sebelumnya telah dilaporkan kepada pihak Bea dan Cukai.
Kala itu, pesawat mengangkut 10 orang kru sesuai dokumen general declaration crew list dan 22 orang penumpang sesuai dokumen passenger manifest.
Setelah itu, Direktur Utama Garuda Indonesia I Gusti Ngurah Askhara Danadiputra alias Ari Askhara dinyatakan dipecat oleh Menteri BUMN Erick Thohir pada Kamis (5/12/2019).
Kendati demikian, pelepasan jabatan Ari Askhara terlebih dahulu menunggu proses RUPS, karena Garuda merupakan salah satu perusahan terbuka.
Selain memecat Ari Askhara, Erick Thohir juga memecat empat direksi Garuda Indonesia.
Empat direksi tersebut ialah Direktur Operasi Bambang Adisurya Angkasa, Direktur Kargo dan Pengembangan Usaha Mohammad Iqbal, Direktur Teknik dan Layanan Iwan Joeniarto serta Direktur Human Capital Garuda Indonesia Heri Akhyar.
Dari kelima direksi di atas, 4 di antaranya ikut dalam penerbangan perdana pesawat Airbus A330-900 NE0 yang membawa Harley Davidson dan sepeda Brompton ilegal dari Perancis.
Mereka adalah Ari Askhara, Iwan Joeniarto, Mohammad Iqbal dan Heri Akhyar.
Pemecatan kelima direksi Garuda Indonesia tersebut diketahui dari hasil rapat Dewan Komisaris Garuda Indonesia yang dilakukan pada Senin (9/12/2019).
Usut punya usut, insiden pencopotan dirut serta direksi Garuda Indonesia bukan hanya sekali terjadi.
Jauh sebelum ini, Garuda Indonesia telah mengalami pasang surut di saat kepemimpinan Presiden Kedua RI Soeharto.
Merujuk artikel dari Tribun Jatim, Garuda Indonesia nyaris dilanda kebangkrutan di era pemerintahan Soeharto hingga membuat Presiden Kedua RI itu mengambil keputusan telak.
Kala itu, Soeharto memberikan perintah khusus kepada satu orang saja.
Kisah ini diceritakan oleh Tanri Abeng, Menteri BUMN Republik Indonesia yang pertama, dalam buku berjudul "Pak Harto The Untold Stories".
Tanri Abeng sendirilah yang mendapatkan perintah khusus dari Soeharto.
Di awal jabatannya sebagai Menteri BUMN, Tanri Abeng dihadapkan dengan beberapa permasalahan, salah satunya tentang Garuda Indonesia.
Pada pertemuan empat mata kedua dengan Soeharto, Tanri Abeng mendapatkan sebuah map dari sang presiden.
"Ini tentang Garuda yang akan dibangkrutkan oleh krediturnya," kata Soeharto.
"Tugas Saudara menyelamatkannya agar Garuda tidak di-grounded, karena Garuda membawa Bendera Republik," ujarnya.
Tanri Abeng langsung mempelajari berkas itu di dalam mobil, ternyata saat itu sudah tujuh tahun Garuda Indonesia merugi.
Selama itu kerugian ditanggung maskapai penerbangan nasional itu ditutup dengan utang dolar.
Kondisinya menjadi sangat parah ketika nilai tukar rupiah meroket menjadi Rp 15.000 per dolar AS.
Itulah yang terjadi, di hari kelima Tanri Abeng bertugas sebagai praktisi manajemen di bawah kepemimpinan Soeharto.
Ia sudah harus membenahi kemelut yang begitu kompleks di ranah kerja orang lain.
Menurut Tanri Abeng, data-data dari berkas yang diterimanya memperlihatkan tidak satupun dari direksi Garuda Indonesia saat itu yang tahu duduk persoalannya.
Melihat kondisi tersebut, Tanri Abeng berencana mengganti seluruhnya.
Tanri Abeng kembali ke kantor yang masih menumpang di Bappenas untuk membicarakannya dengan Marzuki Usman dan Ruru.
Mereka mempunyai pandangan yang sama, namun ada usulan untuk tidak mengganti dirutnya.
Hal ini lantaran dirut Garuda Indonesia saat itu adalah mantan ajudan Soeharto yang baru saja ditempatkan di sana.
Konon tidak ada yang bisa menggeser mantan ajudan yang ditugaskan Soeharto di suatu tempat.
Namun situasinya saat itu mengharuskan Tanri Abeng untuk memilih seorang praktisi yang kompeten dan disukai pasar.
Ia memutuskan untuk mengambil risiko tersebut.
Secara terus terang, Tanri Abeng merasa gugup pada pertemuan empat mata ketiga dengan Soeharto, tetapi ini harus cepat.
Tanri Abeng kemudian mengemukakan usulan pembenahan Garuda Indonesia selengkapnya kepada Soeharto.
Seoharto mendengarkan penuturan Tanri Abeng lalu tersenyum.
"Mengapa hanya dirutnya? Diganti seluruh direksi, di situ sudah lama ada mafia," kata Soeharto menjawab rencana Tanri Abeng.
Hari itu juga Soeharto menyetujui penggantian Dirut Garuda Indonesia beserta jajaran direksinya. (*)