Find Us On Social Media :

Tinggalkan Barang Berharga saat Kekuasaannya Lengser, Soekarno Hanya Bawa Pergi Satu Benda Terakhir yang Dibungkus Kertas agar Tidak Ketahuan, Akhirnya Bikin Gempar Seisi Istana

By Veronica Sri Wahyu Wardiningsih, Sabtu, 29 Februari 2020 | 11:00 WIB

Soekarno dan Soeharto

GridPop.ID - Soekarno dan Soeharto merupakan dua sosok presiden yang kisahnya sering mencuri perhatian.

Salah satunya saat kekuasaan Soekarno lengser dari Istana Negara hingga digantikan oleh Soeharto.

Kisah di balik lengsernya Soekarno sendiri menyimpan cerita yang tidak biasa serta bersejarah bagi bangsa Indonesia.

Baca Juga: Tak Bisa Sembunyikan Kesedihan, Tangis Bunga Citra Lestari Pecah saat Perdana Manggung Tanpa sang Suami Hingga Tak Tahan Nyanyikan Lagu Cinta Sejati

Merujuk artikel dari Tribun Jatim, tanda-tanda lengsernya kekuasaan Soekarno ada di peristiwa G30S pada tahun 1965, di mana era kekuasaan Soeharto mulai berjalan dan mencapai puncaknya.

Statusnya sebagai orang nomor satu di Indonesia membuatnya masih lekat dengan Soekarno.

Pada saat pemerintahan Soeharto akhirnya berakhir dan lengser, ada peristiwa yang tidak terlupakan.

Baca Juga: Betrand Peto Diamuk Habis-habisan Hingga Dapat Ancaman dari Sosok Ini, Ruben Onsu Panik Pergoki Anak Angkatnya Menangis Sesenggukan di Kamar Mandi: Kenapa Sih?

Melansir dari buku berjudul Selangkah Lebih Dekat dengan Soekarno karya Adji Nugroho yang diterbitkan tahun 2017, beredar kabar kalau Soekarno dipaksa Soeharto untuk meninggalkan Istana Negara.

Ketika angkat kaki dari Istana Negara, Soekarno meninggalkan sejumlah barang berharga termasuk kemeja favorit, hingga arloji Rolex dan lainnya.

Meski barang berharga tersebut akhirnya ditinggal pemiliknya begitu saja, ada satu barang berharga yang justru dibawa oleh Soekarno.

"Ketika meninggalkan Istana Kepresidenan, Bung Karno hanya membawa benda yang merupakan salah satu simbol dari 1001 kisah pengorbanannya untuk menyelamatkan bangsa Indonesia," tulis Ajdi Nugroho.

Bukan benda berupa perhiasaan duniawi, benda yang dibawa dan digenggam erat oleh Soekarno itu adalah bendera pustaka, Sang Saka Merah Putih.

Baca Juga: 44 Negara Terjangkit, Ternyata Begini Virus Corona Menyebar dari Tubuh Manusia ke Manusia Lainnya

"Bendera itu hanya dibungkus dengan kertas koran," tandas Adji Nugroho.

Dilansir dari buku Berkibarlah Benderaku - Tradisi Pengibaran Bendera Pusaka karya Bondan Winarno, Soekarno menyembunyikan bendera merah putih saat lengser sebagai Presiden RI pada Maret 1967 dan digantikan oleh Soeharto.

Wajar saja petugas istana negara saat itu gempar karena tidak menemukan Bendera Pustaka tersebut.

Padahal rencananya Bendera Merah Putih itu akan dikibarkan pada upacara peringatan Proklamasi Kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1967.

Istana Negara kemudian membentuk delegasi untuk menemui Soekarno di Istana Bogor.

"Kenyataan bahwa Bendera Pusaka itu dijahit oleh Ibu Fatmawati dan merupakan milik pribadi Bung Karno, membuat kepemilikan benda bersejarah ini sempat menjadi masalah kecil," tulis Bondan Winarno.

Baca Juga: Jumlah Viewers Youtube Miliknya Menurun, Deddy Corbuzier Meradang Karena Kontennya Dicuri oleh Perusahaan Besar: Saya Dirugikan!

Meski awalnya sempat ragu dan menolak memberi tahu keberadaan bendera, Soekarno kemudian menyadari bahwa Bendera Pusaka Merah Putih yang dijahit oleh Fatmawati bukan milik pribadi.

Soekarno sadar bahwa benda tersebut sudah menjadi milik bangsa Indonesia dan lantas meminta delegasi untuk kembali menemuinya apda 16 Agustus 1967.

Namun saat kembali menemui Soekarno pada 16 Agustus 1967, delegasi itu justru diajak Soekarno kembali ke Jakarta dan mendatangi Monumen Nasional (Monas).

"Ternyata Bung Karno menyimpan Bendera Pustaka di sebuah ruangan bawah tanah di kaki Monumen Nasional," tulis Bondan.

Setelah Bendera Pusaka diserahkan ke Istana, Soeharto tidak langsung percaya bendera tersebut merupakan Bendera Pusaka.

Soeharto lantas memanggil mantan ajudan Soekarno, Husain Mutahar untuk mengecek keaslian bendera tersebut.

Baca Juga: Istrinya Sering Jadi Buah Bibir di Lingkungan Sekitar, Sunan Kalijaga Naik Pitam Hingga Lontarkan Sumpah Serampah: Gue Sumpahin Ibu-ibu Arisan!

Husain Mutahar adalah ajudan Soekarno semasa menjadi presiden yang mengamankan Bendera Pusaka saat Bung Karno dan Bung Hatta ditawan Belanda pada Agresi Militer Belanda ke dua.

Saat itu, Mutahar diperintah oleh Soekarno menjaga Bendera Pusaka.

Agar tidak disita Belanda, Mutahar sampai membuka jahitan bendera tersenut dan memisahkan warna merah dan putihnya.

Setelah Agresi Militer II Belanda selesai, Bendera Pusaka dijahit kembali dan diserahkan kepada Soekarno.

Karena tahu betul Bendera Pusaka, Mutahar mengatakan bahwa bendera yang disimpan Soekarno di Monas adalah Bendera Pusaka.

Tanda-tanda berakhirnya kekuasaan Soekarno terlihat saat Soeharto memberikan tiga opsi kepada salah satu istri Bung Karno, Ratna Sari Dewi.

Baca Juga: Bak Jatuh Tertimpa Tangga, Mahasiswi UI yang Jadi Korban Pelecehan Ini Malah Balik Disalahkan oleh Petugas PLK, Aksi Beraninya Banjir Apresiasi dari Warganet!

Hal ini berawal saat Soekarno selaku presiden RI memerintahkan Mayjen Soeharto mengambil tindakan yang dianggap perlu untuk mengatasi situasi keamanan setelah peristiwa G30S.

Dilansir dari buku Jenderal Yoga : Loyalis di Balik Layar, Soeharto kemudian memerintahkan Brigjen TNI Yoga Sugomo dan Martono untuk merancang sebuah pertemuan rahasia dengan Ratna Sari Dewi.

Tujuan pertemuan itu untuk mengorek informasi, kebijakan, serta kegiatan Soekarno sebelum detik-detik G30S terjadi.

Soeharto menganggap semua orang yang dekat dengan Bung Karno harus diinterogasi perihal tragedi tersebut.

Soeharto dan Ratna Sari Dewi direncanakan bertemu pada 20 Maret 1966 di lapangan golf Rawamangun, Jakarta Timur.

"Tidak mudah mengatur pertemuan itu karena Dewi adalah istri presiden. Oleh karena itu, diusulkan agar pertemuan dilakukan secara tidak resmi. Rencananya, Soeharto akan bertemu dengan Dewi di lapangan golf," kata Yoga dalam buku biografinya yang berjudul Jenderal Yoga : Loyalis di Balik Layar.

Sebagaimana diketahui, Soekarno telah menghembuskan napas terakhir pada 21 Juni 1970.

Jenazahnya dimakamkan bersebelahan dengan makam ibunya di Blitar, Jawa Timur.

Baca Juga: Mendadak Batalkan Acara di Roma, Paus Fransiskus Dikabarkan Alami Batuk dan Bersin Usai Temui Umat di Tengah Wabah Virus Corona Tanpa Memakai Masker

Dikutip dari Kompas.com, makam Bung Karno terletak di sebelah utara Kota Blitar, tepatnya di Jalan Ir. Soekarno.

Selain terdapat makam dari Presiden pertama Indonesia, pengunjung juga dapat berkunjung ke perpustakaan Bung Karno.

Tepat di sebelah selatan perpustakaan juga terdapat Patung Bung Karno yang kerap dijadikan background ber-swafoto para pengunjung.

Di Perpustakaan Makam Bung Karno terdapat ruangan yang memamerkan ratusan foto dokumentasi Bung Karno dengan berbagai macam kegiatannya.

Selain itu, terdapat spot untuk berfoto sebelum menuju Makam Bung Karno dengan pilar-pilar megah desain modern dengan kolam di tengahnya.

Baca Juga: Tak Ada Angin Tak Ada Hujan, Mike Lewis Tiba-tiba Tunda Pernikahannya dengan Janisaa Pradja, Mantan Suami Tamara Bleszynski Ungkap Alasan Mengejutkan: It's Very Complicated!

Untuk bisa menuju Makam Bung Karno, Anda harus menaiki tangga dan mengisi buku tamu.

Pengunjung bisa menikmati semua kegiatan di dalam area MBK secara gratis, kecuali biaya parkir kendaraan.

Saat ini areal sekitar MBK telah dipercantik dengan adanya city walk dan beberapa tempat duduk yang bisa digunakan pengunjung untuk beristirahat.

Pengunjung juga bisa berburu oleh-oleh khas Blitar di pintu keluar Makam Bung Karno. (*)