Find Us On Social Media :

Soekarno Ditodong Pistol Supaya Menandatangani Supersemar, Ajudan Langsung Sigap Ambil Senjata saat Presiden Pertama Terancam Nyawanya

By None, Kamis, 12 Maret 2020 | 11:45 WIB

Presiden RI ke I Soekarno dan Jenderal Soeharto

GridPop.ID - Surat Perintah Sebelas Maret atau dikenal sebagai Supersemar pada tahun tahun 1966 identik dengan jatuhnya Orde Lama yang dipimpin Soekarno.

Hingga saat ini, momen Supersemar tercatat sebagai salah satu sejarah penting di Indonesia karena kontroversial.

Dimulai dari Supersemar ini, Soeharto pun akhirnya melengserkan Soekarno hingga akhirnya menduduki kursi orang nomor satu di Indonesia.

Baca Juga: Geger Siswi SMP Bunuh Bocah 6 Tahun Lantaran Terinspirasi Film Horor, Paranormal Panglima Langit Terawang Hal Mengejutkan: Itu Pasti Didomplengi Iblis, Setan!

Dalam Supersemar, tertulis jika Soekarno menyetujui Letjen Soeharto untuk mengambil segala tindakan yang perlu dilakukan untuk memulihkan keamanan negara lantaran G30S/PKI 1965.

Dengan 'Surat Sakti' ini, Soeharto langsung bertindak cepat dengan mengerahkan militer Indonesia untuk menggulung sisa-sisa kekuatan PKI di Tanah Air.

PKI juga langsung dicap sebagai organisasi terlarang di Indonesia.

Baca Juga: Sempat Jadi Model Majalah Dewasa Hingga Terjerumus Seks Bebas dan Hamil Duluan, Hidup Artis Cantik Ini Berubah Drastis Sejak Menikah: Itu Menghancurkan Masa Depan!

Setali tiga uang, Supersemar juga digunakan Soeharto untuk mengikis kekuasaan Soekarno.

Sadar akan potensi dirinya terguling, Soekarno kemudian mengemukakan pidato Proklamasi HUT RI 17 Agustus 1966 tentang apa itu Supersemar.

"Dikiranya SP 11 Maret itu suatu transfer of authority, padahal tidak," kata Soekarno dalam pidato berjudul "Jangan Sekali-kali Meninggalkan Sejarah" seperti dikutip dari Kompas.

Baca Juga: Girang Kedatangan Bintang Korea Siwon Choi, Raffi Ahmad Sampai Heboh Siapkan Red Carpet untuk Sambut Sang Idol, Gading: Kita Angkat Jadi Warga Kehormatan Andara ya!

Namun nasi sudah menjadi bubur, Soeharto yang berhasil melaksanakan 'Kudeta Merangkak' ini sudah menggerogoti kekuasaan Soekarno.

Mengutip Kompas, terbitnya Supersemar pun amat kontroversial.

Saat itu 11 Maret 1966, Soekarno sedang memimpin rapat kabinet di Istana Merdeka.

Rapat terasa mencekam lantaran Istana dikepung oleh mahasiswa yang menuntut Tri Tuntutan Rakyat (Tritura).

Baca Juga: Nekat Siram Irma Darmawangsa Hanya Karena Rebutan Cowok, Pedangdut Ini Nyaris Dilaporkan ke Polisi, Kekasih Irfan Sebaztian: Saya Bukan Perempuan Bodoh!

Semua menteri, kepala lembaga dan sejumlah perwira tinggi angkatan perang diwajibkan hadir untuk mengikuti rapat tersebut.

Mengutip buku Presiden (daripada) Soeharto, rapat sejatinya akan digelar pada pukul 09.00 WIB.

Namun para menteri ada yang terlambat datang karena demo mahasiswa.

Walau demikian rapat tetap dilaksanakan. Akan tetapi tak lama setelah itu Komandan Tjakrabirawa Brigjen Dabur mengirim nota kepada Brigjen Amirmachmud dimana ada pasukan liar di luar istana.

Amirmachmud lantas memberitahukan ini kepada Soekarno.

Baca Juga: Temukan Barang Tak Biasa Ini Saat Grebek Kantor Rans Entertainment, Sule Sindir Kasus Narkoba yang Sempat Penjarakan Raffi Ahmad: Hati-hati, Ini Pemeriksaan!

Mengetahui adanya pasukan liar tersebut, Soekarno sempat panik.

Ia lantas meninggalkan rapat dan menyerahkan kepemimpinan rapat kepada Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan Johannes Leimena.

Bung Karno kemudian naik helikopter menuju Istana Bogor agar mendapat pengamanan yang lebih terjamin.

Sore harinya tiga orang jenderal menemui Soekarno di Istana Bogor.

Ketiganya yakni Mayjen Basoeki Rachmat, Brigjen M Jusuf, dan Brigjen Amirmachmud.

Disinyalir ada juga kehadiran perwira tinggi lainnya yakni Maraden Panggabean.

Baca Juga: Pekerjakan 55 Orang Karyawan, Raffi Ahmad Rogoh Kocek Capai Rp 100 Juta Lebih untuk Gaji: Ya Lebih Dari 100 Juta!

Soekardjo Wilardjito, ajudan Soekarno mengatakan saat itu ditodong pistol FN 46 oleh Panggabean sehingga Bung Karno dalam keadaan tertekan saat menandatangani Supersemar.

Soekardjo juga lantas mencabut pistolnya karena keselamatan presiden terancam.

Menurut Soekardjo, Soekarno tetap bersedia menandatangani Supersemar karena tak ingin ada pertumpahan darah dan berharap mandat itu akan dikembalikan padanya.

Baca Juga: Nia Ramadhani Titipkan Buah Hatinya karena Hendak Liburan Bareng Suami, Anaknya Justru Panggil Sosok Ini 'Mami' hingga Tak Ingat Ibu Kandungnya Sendiri

Namun, pada 1998 Maraden membantah cerita itu dan menuduh Soekardjo bohong. Bantahan juga disampaikan M Jusuf dan Soebandrio yang ada di lokasi.

Entah cerita itu benar atau tidaknya, yang pasti 'berkat' Supersemar, Soeharto berhasil menjadi rezim penguasa Indonesia selama 32 tahun lamanya. (Seto Aji/Sosok.ID)

Baca Juga: Menikah di Usia 19 Tahun, Ririn Ekawati Harus Rela Telan Pahit Perceraian Lantaran Hadirnya Pihak Ketiga Setelah 7 Tahun Berumah Tangga, Begini Sosok Mantan Suami yang Jarang Terekspos!

 (*)