Find Us On Social Media :

Belanja Online Tak Lagi Miring, Mulai 1 Juli 2020 Pemerintah Tetapkan Jual Beli Online Akan Dikenakan Pajak PPN Sebesar 10%, Tarif Barang dan Jasa Dipastikan Akan Naik!

By Septiana Risti Hapsari, Sabtu, 30 Mei 2020 | 05:00 WIB

Ilustrasi Belanja Online

GridPop.ID - Saat ini, belanja online menjadi incaran banyak orang.

Tak perlu repot berpeluh menuju mal atau toko, juga berjalan menyisir setiap toko untuk mendapatkan barang yang diinginkan.

Selain itu, salah satu kelebihan belanja online adalah harganya yang lebih murah daripada belanja di toko biasa.

Perbedaan harganya bisa sangat jauh karena toko online tak membutuhkan ruangan atau toko untuk disewa juga karyawan yang perlu digaji setiap bulannya.

Baca Juga: Reino Barack Pilih Pengacara Paling Mahal dan Rela Gelontorkan Uang Rp 167 Miliar untuk Tangani Kasus Istrinya, Ternyata Mertua Syahrini Bukan Orang Sembarangan, Atasan Hary Tanoesoedibjo hingga Dirikan Perusahaan Bareng Bambang Trihatmodjo!

Sayanganya, bulan madu harga yang miring ini akan segera berakhir.

Sebab, pemerintah akan menerapkan pajak 10 persen setiap jual beli online yang otomatis akan mengerek harga barang naik dari sebelumnya.

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 10% akan dikenakan atas pembelian produk dan jasa digital dari pedagang atau penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE).

PPN ini akan berlaku mulai tanggal 1 Juli 2020.

Baca Juga: Beredar Berbagai Rumor tentang Kematian Ibu Tien yang Menjadi Misteri Puluhan Tahun, Ajudan Pribadi Soeharto yang Jadi Saksi Detik-detik Wafatnya Istri Soeharto Itu Ungkap Fakta Sebenarnya: Itu Adalah Rumor dan Cerita Sangat Kejam!

Pajak ini berlaku buat transaksi di dalam maupun luar negeri, yang mencapai nilai transaksi atau jumlah traffic dan pengakses tertentu dalam kurun waktu 12 bulan.

Kebijakan ini merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk menciptakan keadilan dan kesetaraan berusaha (level playing field) bagi semua pelaku usaha, di dalam maupun luar negeri, baik konvensional maupun digital.

Kebijakan ini sesuai dengan rencana Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak beberapa bulan sebelumnya yang akan memungut pajak pertambahan nilai ( PPN) atas perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE).

Dengan demikian, seluruh konsumen yang melakukan aktivitas pembeliaan barang/jasa secara digital harus bayar pajak konsumsi sebesar 10 persen dari harga beli. Hal tersebut berlandaskan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan Untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease (Covid-19).

Baca Juga: Bintang Emon Gelontorkan Rp 60 Juta untuk Beli Peralatan untuk Jadi Youtuber, Ernets Prakarsa Singgung Atta Halilintar: Mending Pikir Karier Lain, Bintang Emon Mau Masuk Youtube!

Beleid ini mengatur PPN dan pajak penghasilan (PPh) dalam PMSE.

Direktur Perpajakan Internasional Ditjen Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) John Hutagaol menyampaikan PPN sangat relevan untuk ditarik saat ini, sebab beberapa negara sudah lebih dahulu menerapkan seperti Australia, Inggris, dan Prancis.

John menjelaskan, pada the Inclusive Framework (IF) on Base Erosion and Profit Shiftinga (BEPS) yang beranggotakan 137 Yurisdiksi termasuk di dalamnya Indonesia, menganjurkan kepada anggotanya untuk memungut pajak tidak langsung misalnya PPN, sales tax atau goods and service tax (GST) atas transaksi digital economy.

“Karena dapat memberikan tambahan penerimaan pajak yang besar dan tidak menimbulkan isu double taxation karena pengenaan pajaknya berdasarkan destination principle,” kata John seperti dilansir Kontan.co.id, Minggu (26/4/2020).

Baca Juga: Anang Hermansyah Dibuat Kebingungan dengan Anaknya yang Pilih Kenakan Hijab dan Tak Lagi Gemar Kenakan Pakaian Seksi serta Mengumbar Aurat, Ayah Aurel Hermansyah Langsung Sidak Atta Halilintar: Aku Bingung, Kenapa Tiba-tiba?

Sebagai gambaran, Kemenkeu mengkaji ada tujuh bentuk dan nilai transaksi barang digital.

Pertama, sistem perangkat lunak dan aplikasi dengan nilai transaksi mencapai Rp 14,06 triliun.

Kedua, game, video, dan musik mencapai Rp 880 miliar.

Ketiga, penjualan film sebesar Rp 7,65 triliun.

Keempat, perangkat lunak khusus seperti untuk perangkat mesin dan disain mencapai Rp 1,77 triliun.

Baca Juga: Dikiranya Billy Syahputra Bangkrut hingga Nekat Jual Rumah Mendiang Sang Kakak, Uya Kuya Tak Segan Ingatkan Utang Adik Olga Syahputra: Bukan Diungkit, Utang kan Utang!

Kelima, perangkat lunak telpon genggam sebesar Rp 44,7 triliun.

Keenam, hak siaran atau layanan tv berlangganan senilai Rp 16,49 triliun.

Ketujuh, penerimaan dari media sosial dan layanan over the top (OTT) sebanyak Rp 17,07 triliun.

Total nilai transaksi barang digital mencapai Rp 104,4 triliun.

Angka ini merupakan gambaran para tahun 2017.

Baca Juga: Lebih Tinggikan Rasa Kemanusiaan Daripada Ego, Polisi Ini Banjir Pujian dari Netizen, Tak Jadi Tilang Pelanggar Lalu Lintas karena Lihat Isi Mobil, Apa yang Ada di Dalamnya?

Setali tiga uang potensi penerimaan PPN mencapai Rp 10,4 triliun dengan menggunakan tariff pajak konsumen sebesar 10 persen yang berlaku saat ini.

Direktur Pelayanan, Penyuluhan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Kemenkeu Hestu Yoga Saksama melihat, ke depan potensi penerimaan pajak dari PMSE semakin besar.

Menurut dia, bila perusahaan digital luar negeri tidak dikenai pajak maka akan sangat tidak adil dengan pelaku usaha dalam negeri yang memang sudah memiliki kewajiban pemajakan.

Di sisi lain, untuk PPh dalam PMSE, pemerintah belum punya nyali menarik pajak korporasi perusahaan digital luar negeri.

Sebab, John bilang pengenaan pajak atas penghasilan dari kegiatan digital ekonomi dapat menimbulkan pengenaan pajak berganda.

“Oleh karena itu disepakati solusi jangka panjang yaitu pada akhir tahun 2020 untuk menghasilkan konsensus global dalam memajaki penghasilan dari ekonomi digital yaitu penentuan hak pemajakan nexus dan mengalokasikan laba global secara fairness kepada yurisdiksi pasar sumber dan yurisdiksi domisili,” terang John.

Baca Juga: Cintanya Berbalas, Kakek 70 Tahun Ini Berhasil Taklukkan Janda Seumuran Cucunya hanya dengan Modus Minta Air Putih, Rajin Apel Tiap Malam Minggu hingga Akhirnya Dinikahi dengan Mahar Rp 50 Ribu!

Walaupun jadwal akhir konsensus internasional u sudah semakin dekat, nampaknya bisa diundur.

Sebab, pandemi Covid-19 yang mengakibatkan beberapa agenda pertemuan terpaksa ada yang dibatalkan dan sebahagian lagi ditunda termasuk kemungkinan jadwal IF pada awal Juli 2020 di Berlin.

“Masih ada beberapa bulan ke depan dan semua anggota yurisdiksi IF menghormati long term solution untuk menyelesaikan BEPS Action 1. Berdasarkan hal-hal di atas, penerapan PPN atas PMSE luar negeri akan lebih diprioritaskan terlebih dahulu,” kata John.

John menyampaikan untuk menindaklanjuti Perppu Nomor 1/ 2020, perintah bakal buat Peraturan Menteri Keuangan (PMK) untuk aturan turunan PPN dalam PMSE.

Sementara, untuk PPh di PMSE dan Pajak Transaksi Elektronik (PTE) diperlukan Peraturan Pemerintah (PP), sambil menunggu konsensus the Organization on Ekonomic for Co-opration and Development (OECD).

Baca Juga: Kesaksian Mantan ART Nagita Slavina Soal Sosok Raffi Ahmad Ketakutan Setor Muka Usai Diduga Main Serong dengan Ayu Ting Ting: Nggak Berani Kumpul Sama Keluarga Capital!

(*)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Siap-siap, Pemerintah Akan Pungut PPN Belanja Online"