GridPop.ID - Akhirnya kasus video syur Gisella Anastasia telah menemukan titik terang.
Gisella Anastasia mengakui memang dirinyalah yang berada dalam video syur berdurasi 19 detik tersebut.
Bersama dengan pria berinisial MYD, Gisella Anastasia ditetapkan sebagai tersangka kasus penyebaran video porno pada Selasa (29/12/2020).
Keduanya pun mengakui membuat video tersebut pada tahun 2017 lalu.
Saat ditanya alasannya adalah merekam adegan panas tersebut untuk kepentingan pribadi.
Melansir dari Kompas.com, Gisel dan MYD dikenakan pasal berlapis tentang Undang-undang (UU) Pornografi.
"Kita persangkakan Pasal 4 Ayat 1 jo Pasal 29 atau Pasal 8 Undang-Undang Nomor 44 tentang pornografi," ucap Kombes Pol Yusri Yunus, Kabid Humas Polda Metro Jaya.
Keduanya pun terancam hukuman maksimal 12 tahun penjara.
Terkait fenomena ini, Peneliti Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Maidina Rahmawati menilai langkah polisi menetapkan Gisel dan MYD sebagai tersangka tidak tepat.
ICJR justru menilai Gisel dan MYD adalah korban. Sebab, video seks yang dibuat itu adalah untuk kepentingan pribadi, bukan untuk disebarluaskan.
"ICJR mengingatkan catatan mendasar pada kasus ini, bahwa siapa pun yang berada dalam video tersebut, apabila sama sekali tidak menghendaki adanya penyebaran ke publik, tidak dapat dipidana," kata Maidina dalam keterangan tertulis, Selasa (29/12/2020).
Maidina merujuk penjelasan pasal 4 UU Pornografi bahwa pihak-pihak membuat konten pornografi tidak dapat dipidana apabila dilakukan untuk kepentingan sendiri.
Perdebatan lain, kata Meidina, yaitu terkait dengan Pasal 8 UU Pornografi tentang larangan menjadi model atau objek yang mengandung muatan pornografi.
Terkait hal ini, ia mengaku sudah mempelajari risalah pembahasan UU Pornografi.
Dalam risalah itu, yang didefinisikan sebagai perbuatan kriminal adalah pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi di ruang publik.
Melansir dari Kompas TV, Sejalan dengan Maidina Rahmawati, Pakar Hukum Pidana UGM, Muhammad Fatahillah Akbar juga berpendapat bahwa Gisella Anastasia dan MYD tak seharusnya kena jeratan hukum.
“Kalau dari segi hukum, dalam penjelasan pasal 4 ini tercantum jika membuat untuk kepentingan sendiri, dikecualikan, tidak dapat diproses pidana, dalam konteks ini Gisel tidak bisa kena,” ujar dosen Fakultas Hukum UGM ini, Rabu (30/12/2020).
Terlebih, hal ini diperkuat dengan Putusan MK Nomor 48 Tahun 2010 tentang pengujian UU Nomor 44 Tahun 2008. Dalam putusan itu, penjelasan pasal 4 tersebut sah dan berlaku pada 2011.
“Kembali ke kasus Gisel, kalau membuat video karena keputusan sendiri, maka tidak bisa diproses, pidana UU Pornografi juga tidak bisa dikenakan,” ucap laki-laki yang pernah menjabat sebagai Sekretaris Riset Unit Riset dan Publikasi Fakultas Hukum UGM ini.
Ia menilai, dalam kasus video pribadi Gisel juga sudah ada penyebar yang ditetapkan sebagai tersangka. Artinya, penyebar dan Gisel menjadi dua kubu yang berbeda. Penyebar pun menyebarkan video tanpa persetujuan pemilik dan posisi (pemilik) sebagai korban.
Terkait UU ITE, Akbar berpendapat UU ini menjadi perdebatan. Penyebar dikenakan UU ITE, sementara Gisel disangkakan dengan pasal utama pornografi.
“Pornografi lebih khusus, harusnya yang berlaku UU Pornografi untuk kasus Gisel, tidak bisa dipidana,” ucapnya.
Di sisi lain, melansir dari Kompas.com, Pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar menilai polisi sudah bekerja sesuai UU dalam penetapan tersangka Gisel dan MYD. Abdul Fickar mengakui, Gisel dan MYD sebenarnya tidak bisa dipidana jika merekam aktivitas seks mereka untuk kepentingan pribadi.
Namun, pembuat video bisa dijerat karena kecerobohannya telah membuat konten itu tersebar luas ke publik.
"Kalau tersebar tanpa sepengetahuan dia, artinya dia tidak hati-hati sehingga membuat video itu tersebar luas," kata Abdul Fickar.
Gisel sendiri, saat berkonsultasi kepada pengacara kondang Hotman Paris Hutapea, mengaku kehilangan ponselnya tiga tahun lalu. Abdul Fickar menilai harusnya saat itu Gisel langsung melapor ke polisi.
"Kalau handphone hilang kita tahu ada konten pornografi harusnya lapor polisi. Jadi bisa mendapat proteksi yuridis tak bertanggungjawab sejak handphone itu hilang," ujar Abdul Fickar.
GridPop.ID (*)