GridPop.ID - Masyarakat tengah dihebohkan dengan isu perpanjangan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyrakat (PPKM) Darurat.
Pasalnya, kebijakan ini dirasa sangat memukul dunia usaha.
Lantas apakah dengan begitu perusahaan dapat dengan bebas potong gaji karyawan demi bertahan di tengah pandemi Covid-19?
Melansir dari Kompas.com, ternyata dari sisi hukum hal ini bisa dilihat dari aturan pengupahan di Indonesia diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 Tentang Pengupahan.
Dalam PP itu diatur juga soal pemotongan upah. Pasal 63 ayat (1) mengatur:
Pemotongan Upah oleh Pengusaha dapat dilakukan untuk pembayaran:
a. Denda;b. Ganti rugi;c. Uang muka upah;
d. Sewa rumah dan/atau sewa barang milik Perusahaan yang disewakan Pengusaha kepada Pekerja/Buruh;e. Utang atau cicilan utang Pekerja/Buruh; dan/atauf. Kelebihan Pembayaran Upah.
Dalam PP tersebut diatur, kecuali huruf (f) di atas, huruf (a) sampai dengan (e) memerlukan persetujuan karyawan maupun pengaturan dalam Peraturan Perusahaan atau Perjanjian Kerja Bersama.
Berdasarkan ketentuan di atas dapat diketahui bahwa kondisi pandemi Covid-19 tidak menjadi sebab dalam pemotongan upah karyawan.
Namun demikian, dalam masa pandemi, pemerintah berupaya memberikan perlindungan terhadap pekerja maupun pengusaha sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia Nomor M/3/HK.04/III/2020 Tentang Perlindungan Pekerja/ Buruh dan Kelangsungan Usaha Dalam Rangka Pencegahan dan Penanggulangan COVID-19
Pada bagian II angka (4) dalam SE tersebut diatur:
“Bagi perusahaan yang melakukan pembatasan kegiatan usaha akibat kebijakan pemerintah di daerah masing-masing guna pencegahan dan penanggulangan COVID-19, sehingga menyebabkan sebagian atau seluruh pekerja/buruhnya tidak masuk kerja, dengan mempertimbangkan kelangsungan usaha maka perubahan besaran maupun cara pembayaran upah pekerja/buruh dilakukan sesuai dengan kesepakatan antara pengusaha dengan pekerja/ buruh.”
Surat Edaran di atas selaras dengan Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor SE-907/MEN/PHI-PPHI/X/2004.
Pada intinya SE tersebut memberikan pedoman langkah–langkah yang dapat diterapkan perusahaan untuk menghindari pemutusan hubungan kerja, yakni:
1. Mengurangi upah dan fasilitas pekerja tingkat atas, misalnya tingkat manajer dan direktur,2. Mengurangi shift,3. Membatasi/menghapuskan kerja lembur,4. Mengurangi jam kerja,5. Mengurangi hari kerja,6. Meliburkan atau merumahkan pekerja/buruh secara bergulir untuk sementara waktu,7. Tidak atau memperpanjang kontrak bagi pekerja yang sudah habis masa kontraknya,8. Memberikan pensiun bagi yang sudah memenuhi syarat.
Opsi pemotongan atau pengurangan upah tentu lebih baik dilakukan dibanding pemutusan hubungan kerja terhadap karyawan.
Namun, opsi itu harus dilakukan dengan cara–cara yang tepat. Perundingan antara perusahaan dengan pekerja harus dilakukan terlebih dulu agar terjadi kesepakatan kedua pihak.
Pihak perusahaan dapat berunding dengan perwakilan/serikat pekerja atau langsung dengan masing-masing pegawai.
Pemotongan atau pengurangan upah tanpa diawali kesepakatan terlebih dahulu, sangat berpotensi terjadinya perselisihan hak.
Sementara itu, berkaitan dengan perpanjangan PPKM Darurat, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menkomarves) Luhut Binsar Pandjaitan memberikan penjelasannya.
Luhut mengatakan jajarannya dan para menteri terkait masih mengevaluasi keputusan agar PPKM darurat bisa diperpanjang atau tidak.
"Kami akan laporkan kepada bapak Presiden dari saya kira dalam 2-3 hari ke depan kita juga akan mengumumkan secara resmi," kata Luhut dalam konferensi pers daring, Sabtu (17/7/2021), dikutip dari Tribunnews.
Luhut pun memohon kepada masyarakat untuk terus mematuhi protokol kesehatan selama periode PPKM Darurat.
"Saya mohon dengan sangat kerja sama dari seluruh komponen masyarakat untuk mematuhi protokol kesehatan dan ketentuan ketentuan tambahan selama periode PPKM ini serta mengikuti program vaksinasi yang dijalankan pemerintah selama periode PPKM ini," pungkasnya.
GridPop.ID (*)