Parjan yang hidup di rumah dekat jurang seluas 6x13 meter itu mengaku rela bekerja keras demi mewujudkan impiannya.
Parjan ingin menyekolahkan dua anaknya hingga tamat SMA.
Yakni Rizky Dwi Safitri (17) yang mondok di pesantren dan Riana Deni Safitri (15) di sekolah menengah Kokap.
Sejak pukul 04.30 WIB, Parjan sudah beraktivitas di ladang dan tak ragu memanjat pohon setinggi 15 meter guna mengumpulkan nira.
Dengan cekatan, Parjan jeli memanjat pohon hingga 40 banyaknya.
Sesampai di atas pohon, Parjan bersandar pada pelepah dahan, mengambil bumbung bambu (wadah tampung nira) yang sudah penuh nira, ganti dengan bumbung yang baru yang masih kosong.
Parjan menderes dua kali dalam sehari, subuh ke pagi, dilanjutkan sore
Meski tampak cekatan, Parjan nyatanya juga menghadapi kesulitan hal ini lantaran Parjan tak bisa melihat.
“Hitam. Gelap. Tidak ada cahaya. Tidak bisa melihat sama sekali,” kata Parjan di rumahnya.
Mampu memanjat pohon tinggi, Parjan mengaku mengandalkan ingatannya.
Parjan, penderes buta dari Pedukuhan Plampang 3 itu mampu menghasilkan tiga kilogram gula merah.
Semua karena dorongan ekonomi dan masa depan kedua anaknya.
Setiap hari, ia telah melintasi tempat yang sama, jalan di tempat dan pohon yang sama.
Terlebih karena ia sudah melakukan ini sejak usia 15 tahun.