Saat panen besar, Parjan dan Kamsih bisa meraup Rp 1.500.000 dalam satu bulan.
Tapi, kata Parjan, semua habis untuk biaya sekolah anak.
“Uang jajan (karena di pondok), uang baju sekolah, uang kitab. Palingan sisa Rp 500.000 untuk makan dalam satu bulan. Bahkan, LKS untuk 9 mata pelajaran belum dibayar, meski Rp 60.000,” ujar Parjan.
Itu belum termasuk kegiatan kemasyarakatan yang kerap mengeluarkan sumbangan, seperti hajatan, kegiatan gotong royong, lelayu, dan lainnya.
“Seperti hari ini, ya jadinya hanya masak nasi dan goreng tempe saja. Tidak apa prihatin. Ini untuk anak,” kata Kamsih, istri Parjan.
Dilansir dari Kompas.com, kebutaan permanen yang dialami Parjan tak terjadi sejak kecil.
Parjan divonis mengalami kebutaan di usia 35 tahun yang saat itu, anak Parjan yang kedua baru berusia delapan bulan.
Dokter memvonis Parjan akan mengalami kebutaan permanen.
Vonis itu tentu membuat hati hancur, namun, kasihnya pada Kamsih dan kedua anaknya begitu besar.
Setia mendampingi Parjan, Kamsih nyatanya juga membantu pekerjaan sang suami.