Dari jumlah tersebut, 850 orang di antaranya meninggal dunia.
Hal ini menunjukan bahwa kematian akibat keracunan tempe bongkrek saat itu rata-rata sebanyak 34 orang dalam setahun.
Tahun 1975 tampaknya menjadi tahun terburuk kasus keracunan ini.
Sebanyak 125 dari 1.036 orang meregang nyawa akibat makanan ini.
Kemudian pada 1977, meski jumlahnya menurun, lebih dari 400 orang keracunan dan lebih dari 70 korban meninggal.
Saking mengkhawatirkannya kondisi keracunan tempe bongkrek, sastrawan Ahmad Tohari sampai mengangkatnya dalam novel yang ditulisnya, yakni Ronggeng Dukuh Paruk.
Bagian pertama dari trilogi berjudul sama yang terbit tahun 1982 ini mengisahkan bahwa orang tua tokoh utama, Srintil, ikut meninggal dalam keracunan tempe bongkrek yang disebabkan oleh tempe bongkrek yang dibuat orang tua Srintil.
Menanggapi kasus keracunan tempe bongkrek yang masih saja ditemukan pada saat itu, pemerintah pun melarang produksi tempe bongkrek sejak 1962.
Akan tetapi, kasus keracunan tempe bongkrek masih terus ada hingga tahun 80-an.