"Ada lima orang yang dilantik, tiga orang sebagai kepala perwakilan dan dua orang lagi untuk jabatan direktur," kenang Rusnawi sembari mengelap keringat di wajahnya.
Nama Hasto tercantum dalam surat keputusan pengangkatan pegawai BKKBN. Rusnawi ingat, saat prosesi pelantikan, hanya dibacakan nama dan pangkat. Sedangkan NIP tidak disebut.
"Kalau dibacakan saya pasti ingat, jumlahnya 18 digit, angka di belakangnya itu nol semua, tidak tahu saya dapat dari mana angka itu," kata Rusnawi.
Setelah pelantikan usai, Rusnawi dan para pejabat yang baru dilantik langsung berkumpul di ruang kerja Hasto.
Mereka diberikan pengarahan soal pekerjaan di BKKBN dan diminta secepatnya meluncur ke wilayah tugas masing-masing.
Masalah mulai terjadi Rusnawi tidak menyangka bahwa momen yang seharusnya menjadi babak baru pengabdiannya sebagai aparatur negara, justru menjadi persoalan berat.
Tak lama berselang, ternyata NIP yang tercantum dalam surat keputusan pengangkatannya bodong alias tidak terdaftar di BKN.
Tentu saja nomor tersebut juga tidak diakui oleh Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN). Alhasil, kas negara tidak bisa menggelontorkan gaji maupun tunjangan jabatan kepada Rusnawi selaku Kepala Perwakilan BKKBN NTB.