Karena tak kunjung mendapatkan haknya, pada 1 September 2020, Rusnawi memutuskan berhenti dari jabatannya. Namun, kata dia, pemberhentian tersebut tak resmi.
Rusnawi tak merinci pemberhentian tak resmi yang dimaksud. Yang jelas, pada 1 Januari 2021, surat keputusan (SK) pengangkatannya dibatalkan.
Rusnawi mencoba mendapatkan haknya kembali dengan mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negar (PTUN) pada 1 Februari 2021.
Kemudian pada Mei 2021, PTUN mengeluarkan putusan nomor 95/G/2021/PTUN.JKT yang isinya mengabulkan seluruh gugatan yang dilayangkan Rusnawi.
Pengadilan memerintahkan BKKBN untuk memproses dan memenuhi hak Rusnawi selaku pegawai negara.
"Sayangnya BKKBN justru tidak mengikuti perintah pengadilan. Mereka banding dan membawa kasus ini ke pengadilan tinggi," ujar Rusnawi.
Rusnawi mengadu ke Bareskrim Pada Maret 2021, Rusnawi juga sempat mengadukan kasusnya ke Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri.
Pengaduan pada Maret itu terkait dugaan kasus pemalsuan NIP di BKKBN. Sebelum membuat aduan, Rusnawi telah melapor ke BKKBN pusat dan BKN.
Namun, pengaduan yang disampaikan tidak membuahkan hasil.
Sambil terus menunggu mendapatkan kembali haknya, Rusnawi pergi ke Bangka, Kepulauan Bangka Belitung untuk mencari kerja.
Kedatangan Rusnawi ke Bangka berbekal informasi dari kenalannya. Selain itu, Rusnawi juga pernah kuliah kerja nyata (KKN) di Bangka Tengah.
Berbekal ijazah pendidikan dokter yang dimilikinya, Rusnawi mendatangi sejumlah rumah sakit. Ia mencoba melamar pekerjaan demi mendapatkan penghasilan bagi keluarganya.
"Sudah coba beberapa rumah sakit, kebetulan penuh. Saya spesialis kulit, akhirnya dapat di rumah sakit swasta, statusnya kontrak," kata Rusnawi.
Demi mendapatkan penghasilan tambahan, Rusnawi membuka layanan kesehatan yang bekerja sama dengan platform online.