GridPop.ID - La Nina diprediksi akan terjadi pada akhir 2021.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) pun memperingatkan agar masyarakat bersiap dan waspada menghadapi fenomena ini.
Hal ini karena La Nina mengancam ketahanan pangan Indonesia, terutama melalui sektor pertanian dan perikanan.
Dilansir dari Kompas.com, menurut Kepala BMKG Dwikorita Karnawati, ancaman ketahanan pangan itu terjadi karena La Nina berpotensi merusak tanaman akibat banjir, hama, dan penyakit tanaman.
Oleh karena itu, kata Dwikorita, pemerintah harus memberi perhatian lebih pada dua sektor tersebut.
"Selain itu, La Nina mengurangi kualitas produk karena tingginya kadar air," ujar Dwikorita dalam keterangan resmi yang diterima Kompas.com, Jumat (29/10/2021).
Dwikorita memberi gambaran, pada sektor perikanan, pasokan ikan akan berkurang drastis lantaran nelayan tak bisa melaut.
Jikalau dipaksakan melaut pun, hasil tangkapannya tak akan maksimal karena tingginya gelombang.
Peringatan dini La Nina La Nina merupakan fenomena mendinginnya Suhu Muka Laut (SML) di Samudra Pasifik bagian tengah dan timur hingga melewati batas normalnya.
Kondisi tersebut memengaruhi sirkulasi udara global yang mengakibatkan udara lembab mengalir lebih kuat dari Samudra Pasifik ke arah Indonesia.
Akibatnya, di wilayah Indonesia banyak terbentuk awan dan kondisi ini diprediksi bisa meningkatkan curah hujan sebagian besar wilayah tanah air.
Menurut Dwikorita, BMKG telah mengeluarkan peringatan dini terhadap ancaman datangnya La Nina menjelang akhir tahun ini.
Berdasarkan pemantauan terhadap perkembangan terbaru dari data suhu permukaan laut di Samudra Pasifik bagian tengah dan timur menunjukkan bahwa saat ini nilai anomali telah melewati ambang batas La Nina yaitu sebesar -0.61 pada dasarian I Oktober 2021.
Kondisi ini berpotensi untuk terus berkembang dan Indonesia harus segera bersiap La Nina yang diperkirakan akan berlangsung dengan intensitas lemah-sedang, setidaknya hingga Februari 2022.
Walau diperkirakan mengancam ketahanan pangan, masih ada dampak positif yang dibawa La Nina bagi petani dan pekerja sektor kelautan.
La Nina menyediakan pasokan air yang berpotensi meningkatkan produktivitas pertanian.
Sementara, bagi pekerja di sektor kelautan, La Nina membuat perluasan area pasang surut wilayah pesisir yang dimanfaatkan oleh nelayan tambak budidaya dan garam.
Jika melihat kejadian La Nina 2020, hasil kajian BMKG menunjukkan bahwa curah hujan mengalami peningkatan pada November-Januari.
Terutama di wilayah Sumatera bagian selatan, Jawa, Bali, NTT, Kalimantan bagian selatan, dan Sulawesi bagian selatan.
Dwikorita menjelaskan, prediksi untuk La Nina tahun ini relatif sama dan akan berdampak pada peningkatan curah hujan bulanan berkisar antara 20-70 persen di atas normalnya.
BMKG juga memperkirakan bahwa sebagian wilayah Indonesia yang akan memasuki periode musim hujan mulai Oktober 2021, meliputi wilayah:
- Aceh bagian timur
- Riau bagian tenggara
- Jambi bagian barat
- Sumatra Selatan bagian tenggara
- Bangka Belitung
- Banten bagian barat
- Jawa Barat bagian tengah
- Jawa Tengah bagian barat dan tengah
- Sebagian DI Yogyakarta
- Sebagian kecil Jawa Timur
- Kalimantan Tengah bagian timur
- Kalimantan Selatan
- Kalimantan Timur
- Kalimantan Utara.
Beberapa wilayah Indonesia lainnya akan memasuki musim hujan pada November hingga Desember 2021 secara bertahap dalam waktu yang tidak bersamaan.
Secara umum, hingga November 2021, diperkirakan 87,7 persen wilayah Indonesia telah memasuki musim hujan.
Mengantisipasi hal tersebut, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) menyiapkan langkah dalam penanganan bencana baik di moda transportasi darat, laut, udara dan kereta api.
Dilansir dari Tribun Bisnis, Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi menyebutkan, secara umum rencana aksi yang disiapkan di masing-masing moda transportasi yaitu dengan menyiapkan sarana dan prasarana transportasi untuk pelaksanaan evakuasi jika terjadi peristiwa kecelakaan transportasi.
"Kemudian, memberikan dukungan sarana untuk distribusi obat-obatan dan mobilitas tenaga medis untuk menuju ke lokasi bencana," ucap Budi Karya, Minggu (31/10/2021).
Ia menjelaskan, bahwa rencana aksi telah disiapkan mulai dari jangka pendek yaitu kesiapan Standard Operation Procedure (SOP) di masing-masing moda, serta pelatihan dan simulasi implementasi rencana kontijensi bencana.
"Kemudian untuk jangka panjangnya yaitu pengkajian pembentukan satker khusus penanggulangan bencana. Kajian dilakukan dari berbagai aspek yaitu mulai dari aspek legal, kelembagaan, pendanaan, mekanisme pelaksanaan, serta kajian terkait kerentanan, risiko dan dampak perubahan iklim," kat Budi Karya.
Menurutnya, dalam menghadapi adanya pemanasan global yang berdampak pada perubahan iklim, perlu ada upaya bersama untuk meningkatkan kemampuan dalam menyesuaikan diri terhadap perubahan iklim.
"Maka dari itu, dengan menerapkan kebijakan yang ketat mengenai perubahan iklim diharapkan pula dapat memperlambat dan menurunkan dan menstabilkan tingkat kandungan gas rumah kaca di atmosfer yang menyebabkan pemanasan global," ucap Budi Karya.
GridPop.ID (*)