GridPop.ID - Indonesia darurat kekerasan seksual terhadap anak-anak dan perempuan.
Dalam kisah ini, korban berusia 16 tahun mengaku pernah diperkosa oleh bapak tirinya ketika sedang duduk di bangku kelas 6 SD.
Pelaku berinisial DN adalah warga Kecamatan Ambulu, Jember, karena diduga melakukan tindak kekerasan seksual kepada anak tirinya.
Dilansir dari Intisari.ID, tindak kekerasan seksual yang diduga dilakukan DN kepada anak tirinya itu berupa persetubuhan dan pencabulan.
DN disebutkan dua kali memperkosa anak tirinya di tahun 2016 tersebut.
Setelahnya, DN kerap melakukan pencabulan kepada korban ketika di bangku SMP, dan beberapa hari sebelum kasus itu dilaporkan ke polisi.
Peristiwa itu awalnya terungkap dari kecurigaan dan kerisihan sejumlah tetangga DN.
Disebutkan DN tinggal bersama istrinya, dan anak tirinya.
Beberapa orang telah beberapa kali melihat perlakuan DN kepada sang anak tiri berlebihan.
Akhirnya, sang paman pun menanyai korban.
Dari situlah, akhirnya korban mengaku jika ia kerap dicabuli oleh bapak tirinya, bahkan pernah diperkosa ketika masih kelas 6 SD.
Si paman pun akhirnya langsung memberitahu ibu korban, yang juga istri DN.
Akhirnya ibu korban melaporkan peristiwa itu ke Mapolsek Ambulu.
Kepala Satuan Reserse dan Kriminal Polres Jember AKP Yadwavina Jumbo Qontasson membenarkan adanya laporan tersebut.
"Untuk perkaranya ditangani oleh Polsek Ambulu. Kami dari Unit PPA Polres Jember memberikan back-up. Pelakunya adalah ayah tiri," ujar Jumbo, Kamis (5/3/2020).
Dugaan pemerkosaan dan pencabulan itu dilakukan DN di rumahnya ketika sepi, yakni ketika sang istri sudah ke pasar untuk berjualan.
Istri DN sehari-hari berjualan di pasar desa setempat.
Karena tidak pernah ketahuan, DN kerap melakukan aksinya itu.
Kini DN telah ditangkap dan ditahan di Mapolsek Ambulu.
Polisi menjerat DN memakai Pasal 81 ayat (3) jo Pasal 76D dan atau Pasal 82 ayat (2) jo Pasal 76E Peraturan Pemerintah Pengganti UU RI No 01 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas UU RI No 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Akibat tindak kekerasan seksual itu, korban diduga trauma dan kini tinggal bersama ayah kandungnya.
Deretan kasus kekerasan seksual beberapa hari belakangan memang sedang gencar di perbincangkan dan kian meningkan jumlahnya.
Hal ini lah yang seharusnya menjadi dorongan untuk mempertegas agar Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual segera disahkan.
Dilansir dari Kompas TV, Ketua Panja RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual, Willy Aditya menyatakan bahwa RUU TPKS dirancang lebih progresif dibandingkan rancangan semula karena mengatur hukum acara sendiri.
Dorongan agar DPR segera merampungkan pembahasan RUU TPKS disampaikan, menyusul semakin seringnya terjadinya kasus kekerasan seksual terhadap anak dan perempuan.
Sementara Komnas Perlindungan Anak meminta agar jangan terlalu banyak perdebatan saat DPR membahas RUU TPKS.
Hal itu karena perempuan dan anak harus segera mendapat payung hukum.
Fenomena gunung es muncul dalam kasus kekerasan seksual terhadap perempuan.
Hasil jajak pendapat Litbang Kompas, 23-26 November 2021 menunjukkan 61,1% responden tidak melaporkan pelecehan seksual pada polisi karena takut distigma, 23,0% tidak mengetahui cara melapor, 8,0% tidak didukung keluarga, 2,2% merasa terancam, dan 1,8% diselesaikan secara kekeluargaan.
Kekerasan seksual adalah kejahatan terhadap kemanusiaan.
Tak terhitung perempuan dan anak yang jadi korban bahkan tak mendapat keadilan.
Sudah saatnya DPR menjawab dengan mengesahkan RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual.
GridPop.ID (*)