GridPop.ID - Anak-anak di bawah umur yang ikut aksi kerusuhan 21-22 Mei 2019 mendapatkan perhatian khusus dari Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).
Tak hanya merugikan psikis anak itu sendiri, pelaku yang ikut turun tangan melibatkan anak-anak tersebut juga terancam hukuman.
Tak disangka, terduga pelaku merupakan tokoh guru yang mengajak anak-anak tersebut untuk ikut aksi 21-22 Mei 2019.
Dikutip dari Kompas.com, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Jasra Putra mengungkapkan, pihaknya menemukan sekelompok anak di bawah umur dari Tasikmalaya, Jawa Barat, ikut dalam aksi kerusuhan 21-22 Mei 2019 karena diajak gurunya.
Namun, Jasra tak menyebut mengenai jumlah detail yang terlibat pada unjuk rasa tersebut.
Hal itu dikarenakan KPAI dan kepolisian masih mengusut faktor keterlibatan anak-anak dalam mengikuti aksi massa.
"Yang dari Tasik itu kan ada guru ngaji yang bawa, yang dari Bekasi itu diduga inisiatif dia," ujarnya di kantor KPAI dalam konferensi persnya, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (27/5/2019).
Selain berasal dari Jawa Barat, lanjut dia, KPAI juga menemukan ada anak di bawah umur yang berasal dari Lampung.
Mereka mengaku ikut kasi lantaran terjebak dalam unjuk rasa berujung kepada perusakan dan kericuhan tersebut.
"Dia puus sekolah kemudian kerja di Pasar Tanah Abang. Saat kerusuhan dia terperangkap di situasi itu," tuturnya.
Ia mengimbau kepada seluruh tokoh agama untuk memberikan anjuran kepada seluruh umatnya agar tak terlibat ke dalam agenda politik praktis.
Sebab, kegiatan itu rentan disalahgunakan oleh kelompok tertentu.
Dikutip dari Tribunnews.com, Kepala KPAI, Susanto, meminta para guru dan tokoh agama untuk tidak melibatkan anak-anak dalam kegiatan yang menyangkut dengan politik.
"KPAI mengimbau kepada seluruh pihak, termasuk tokoh agama, para khatib, agar tidak mengajak anak untuk kegiatan politik apapun, terutama kegiatan yang mengarah kepada penyalagunaan kegiatan politik," ujar Kepala KPAI Susanto.
Melibatkan anak-anak dalam kegiatan politik, lanjutnya, dilarang dalam undang-undang.
Baca Juga: Presiden Jokowi Bereaksi Tanggapi Pernyataan Bambang Widjojanto
Susanto mengungkapkan, dari hasil koordinasi lintas sektor, memang ada indikasi anak-anak terlibat dalam aksi massa yang dipengaruhi oleh guru agama.
"Memang dari hasil koordinasi ya cukup variatif. Ada yang memang diajak, ada yang atas arahan dari guru, diduga guru ngaji," ungkapnya.
Ia melanjutkan, selain ajakan dari guru agama, anak-anak tersebut juga terpengaruh oleh teman sebaya untuk mengikuti aksi massa.
Baca Juga: Operasi Rahasia di Balik Kerusuhan 22 Mei, Ketika Amplop Mulai Dibagikan
Namun, proses keterlibatan antara yang mengajak dengan anak-anak kini masih didalami.
"Secara kuantitatif masih butuh data-data faktual ya. Tetapi bahwa varian-varian pemicunya tadi sudah kami sampaikan," ucapnya.
Sebelumnya, KPAI dan Kementrian Sosial mencatat ada 52 anak di bawah umur rata-rata usia 14-17 tahun terlibat dalam aksi kerusuhan 21-22 Mei 2019.
Namun, mereka belum ditetapkan sebagai tersangka atau pelaku kerusuhan karena masih perlu adanya penyelidikan lebih lanjut oleh pihak kepolisian.
"Masih proses, jadi ini yang berpotensi menjadi pelaku," kata Wakil Ketua KPAI, Rita Pranawati menambahkan.
Selanjutnya, mereka mendapat rehbilitasi sosial di Balai Rehabilitasi Sosial Anak yang Memerlukan Perlindungan Khusus (BRSAMPK) Handayani, Jakarta. (*)
Source | : | Kompas.com,Tribunnews.com |
Penulis | : | Veronica Sri Wahyu Wardiningsih |
Editor | : | Veronica Sri Wahyu Wardiningsih |
Komentar