"Jadi agak biru yaa. Karena tegang, stress, jadinya pecah dan bikin biru bengkak," bebernya.
"Yaa ini kata dokter dalam 21 hari akan sembuh," ucapnya.
Berkaca dari apa yang menimpa Rey Utami, kondisi pecahnya pembuluh darah di mata disebut juga Perdarahan subkonjungtiva.
Melansir dari Hellosehat, perdarahan subkonjungtiva adalah kondisi mata merah yang umum terjadi.
Namun, karena munculnya kemerahan secara tiba-tiba, tampilan dari kondisi ini dapat mengganggu orang-orang sekitar.
Orang-orang dengan perdarahan subkonjungtiva primer biasanya tidak mengalami gejala terhadap penglihatan dan tidak terasa sakit.
Baca Juga: Geger Mbak You Peringatkan Perangai Artis Seksi Ini hingga Sampaikan Pesan Menohok: Jatuhnya Perih!
Umumnya, pasien tidak menyadari kondisi ini hingga ia bercermin atau diberi tahu oleh seseorang bahwa mata pasien merah.
Tampilan klinis dari perdarahan subkonjungtiva, dengan perdarahan yang terbatas di bawah permukaan mata, biasanya terlihat dengan jelas dan mudah dikenali untuk diagnosis.
Perdarahan subkonjungtiva biasanya tidak memiliki penyebab yang jelas.
Namun, pada beberapa kasus yang serius, perdarahan subkonjungtiva dapat menjadi gejala dari kondisi infeksi yang terkait dengan tubuh atau kornea (abrasi kornea, pemakaian lensa kontak dalam jangka waktu lama).
Rey Utami dan Pablo Benua Dikabarkan Alami Stres
Rey Utami dan Pablo Benua juga pernah dikabarkan mengalami stres.
Hal itu seperti yang disampaikan kuasa hukum keduanya, Insank Nasruddin yang dikutip dari tayangan video di kanal YouTube STARPRO Indonesia.
Video yang diunggah Selasa (22/10/2019) itu, menampilkan Insank Nasruddin yang baru saja menjenguk Rey Utami dan Pablo Benua di Rutan Polda Metro Jaya.
Dalam video itu, Insank Nasruddin mengatakan jika saat ini kasus Rey Utami dan Pablo Benua telah berstatus P21 alias hasil penyidikan sudah lengkap.
Pengacara yang menggantikan posisi Farhat Abbas ini mengatakan, dirinya telah berdiskusi dengan Rey Utami dan Pablo Benua mengenai kelanjutan kasus ini.
Source | : | Tribun Surabaya |
Penulis | : | Sintia Nur Hanifah |
Editor | : | Veronica Sri Wahyu Wardiningsih |
Komentar