Ahli gizi dari Institut Pertanian Bogor (IPB) Profesor Hardinsyah mengatakan, lembaga-lembaga kesehatan dunia--The Joint FAO/WHO Expert Committee on Food Additives (JECFA), hingga Kementerian Kesehatan RI menyatakan MSG aman dikonsumsi.
Menurut dia, anggapan bahwa penyedap rasa bisa berpengaruh pada kerja otak kemungkinan karena kesalahan persepsi atas penelitian yang dilakukan oleh peneliti Washington University, Dr John W. Olney.
Olney menguji MSG terhadap tikus putih dengan cara menyuntikkannya ke bawah kulit.
Cara ini dikritik dan dianggap tak lazim karena MSG umumnya diasup lewat makanan. Selain itu, dosis yang diberikan kepada tikus percobaan itu sangat tinggi, dan tak mungkin diterapkan pada manusia.
Hasilnya pun tak mengherankan, karena dosis yang tinggi, maka berdampak merusak otak.
"Dugaan saya (anggapan generasi micin), dari penelitian tikus tadi dikonotasikan, dipelintir, dan jadi mitos. Padahal kita tak mungkin kuat mengasup MSG dengan dosis sangat tinggi," ungkap Hardinsyah di Jakarta, Selasa (23/1/2018).
4. Hubungan dengan kemampuan otak
Seorang dokter, dr Ivena menjelaskan, otak mempunyai banyak syaraf dengan tugas menerima berbagai macam rangsangan.
Saraf yang menerima rangsangan ini disebut reseptor, di mana jumlahnya ada dibagian hipotalamus otak.
Kandungan glutamat dalam penyedap rasa mempunyai banyak reseptor yang ada di hipotalamus otak.
"Karena itu, efek kebanyakan glutamat di otak bisa membahayakan. Reseptor-reseptor dalam otak jadi terangsang secara berlebihan akibat kadar glutamat yang tinggi."
Source | : | Kompas.com,Tribun Kesehatan |
Penulis | : | Sintia N |
Editor | : | Sintia N |
Komentar