GridPop.ID - Para tersangka pembunuhan Brigadir J telah menjalani tes menggunakan alat pendeteksi kebohongan (lie detector).
Meski begitu, hasil uji poligraf atau pemeriksaan menggunakan alat pendeteksi kebohongan (lie detector) menjadi tanda tanya.
Tiga dari lima tersangka disebut jujur memberikan keterangan.
Sementara, pemeriksaan dua tersangka tak diungkap hasilnya.
Masih menjadi misteri, apakah hasil uji poligraf kelak bisa membuktikan kebenaran dalam kasus kematian Brigadir J ini atau tidak.
Melansir dari laman Kompas.com, tersangka Richard Eliezer atau Bharada E, Ricky Rizal atau Bripka RR, dan Kuat Ma'ruf menjalani pemeriksaan lie detector pada Senin (5/9/2022).
Hasilnya, ketiganya tak menunjukkan indikasi penipuan atau no deception indicated.
"Barusan saya dapat hasil sementara uji poligraf terhadap RE, RR, dan KM. Hasilnya no deception indicated alias jujur," kata Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Brigjen Andi Rian Djajadi kepada wartawan, Selasa (6/9/2022).
Pada Selasa (6/9/2022), giliran tersangka Putri Candrawathi dan saksi bernama Susi yang menjalani pemeriksaan menggunakan alat pendeteksi kebohongan.
Namun, berbeda dari sebelumnya, polisi tidak membuka hasil uji poligraf terhadap Putri dengan alasan demi keadilan atau pro justitia.
Kepala Divisi Hubungan Masyarakat (Kadiv Humas) Polri Irjen Dedi Prasetyo menjelaskan, hasil uji poligraf sedianya merupakan konsumsi penyidik.
Oleh karenanya, polisi menolak membuka hasil uji kebohongan Putri dan Susi ke publik.
"Setelah saya berkomunikasi dengan Kapuslabfor (Kepala Pusat Laboratorium Forensik) dan operator poligraf, hasil poligraf atau lie detector itu adalah pro justitia. Itu konsumsinya penyidik,” kata Dedi dalam keterangan pers, Rabu (7/9/2022), sebagaimana diberitakan Kompas.id.
Sementara, tersangka Irjen Ferdy Sambo menjalani pemeriksaan lie detector pada Kamis (8/9/2022).
Polri enggan mengumumkan hasil pemeriksaan uji poligraf terhadap Sambo dengan alasan serupa.
“Hasilnya apakah sudah selesai itu domainnya labfor laboratorium forensik dan penyidik,” kata Irjen Dedi Prasetyo saat dikonfirmasi, Jumat (9/9/2022).
Terkait ini, praktisi lie detector, Handoko Gani, mengatakan bahwa hasil uji poligraf bisa menjadi salah satu alat bukti di pengadilan.
“Ini yang suka dianggap bahwa poligraf itu enggak bisa dipakai. Sebetulnya kan ada yang namanya keterangan ahli, yaitu barang bukti berupa keterangan ahli,” kata Handoko Gani saat dihubungi Kompas.com, Kamis (8/9/2022).
Handoko menjelaskan, perihal keabsahan barang bukti di pengadilan diatur dalam Pasal 184 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Pasal itu menyebutkan disebutkan bahwa alat bukti yang sah meliputi keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa.
Uji poligraf disebut bisa menjadi barang bukti karena hasil pemeriksaan dari lie detector diterjemahkan oleh ahli atau examiner.
“Seandainya hakim berpendpat bahwa poligraf itu diperlukan sebagai salah satu barang bukti tersangka, yang dipanggil adalah ahlinya yaitu si examiner-nya,” jelasnya.
Handoko memastikan, secara hukum, hasil poligraf sudah sah untuk dipakai sebagai bukti di pengadilan.
Namun, nantinya tetap diperlukan kesepakatan antara hakim, tergugat, dan penggugat untuk memasukkan hasil uji poligraf sebagai barang bukti di pengadilan.
“Jadi publik enggak usah khawatir, kan ujungnya di hakim. Kalau hakim tidak meminta, sekali pun polisi mencantumkan, bisa jadi tidak bermanfaat. Sekarang melampirkan hasil poligraf tapi kalau hakim merasa tidak perlu, ya tidak perlu,” kata dia.
Sebagai informasi dilansir dari Tribunnews.com, begini cara kerja Lie Detector.
Uji poligraf merupakan proses panjang yang dibagi menjadi beberapa tahap, seperti:
- Pretest
Pretest terdiri dari wawancara antara pemeriksa dan seseorang yang diperiksa menggunakan lie detector.
Pada tahap ini, pemeriksa mendapatkan sisi atau posisi dari seseorang yang diuji melalui cerita tentang peristiwa yang sedang diselidiki.
Sementara seseorang yang diperiksa itu duduk menjawab pertanyaan, pemeriksa juga membuat profil seseorang itu.
Pemeriksa akan melihat bagaimana seseorang tersebut merespon pertanyaan dan memproses informasi, berlangsung sekitar satu jam.
- Desain pertanyaan
Pemeriksa merancang pertanyaan yang sangat spesifik untuk masalah yang sedang diselidiki dan meninjau pertanyaan itu kepada seseorang yang sedang diperiksa menggunakan lie detector.
- In-test
In test yakni ujian yang sebenarnya diberikan.
Pemeriksa mengajukan 10 atau 11 pertanyaan, hanya tiga dari empat pertanyaan yang relevan dengan masalah atau kejahatan yang diselidiki.
Pertanyaan lainnya adalah pertanyaan kontrol, yakni pertanyaan yang sangat umum.
- Post-test
Pemeriksa melakukan analisis data dari respons fisiologis dan menentukan apakah seseorang itu sedang bohong atau tidak.
Jika ada fluktuasi yang muncul dalam hasil tersebut, hal ini menandakan bahwa seseorang tersebut telah berbohong.
Terutama jika orang tersebut menunjukkan respons yang sama terhadap pertanyaan yang diajukan berulang kali.
Ada waktunya pemeriksa salah mengartikan reaksi seseorang terhadap pertanyaan tertentu.
Ada dua cara respons yang disalahartikan, yakni:
Positif palsu - Respons orang yang jujur dianggap menipu.
Negatif palsu - Respons dari orang yang menipu pasti akan jujur.
Kritik terhadap ujian poligraf mengatakan bahwa lebih banyak kesalahan positif palsu terjadi yang membuat sistem bias terhadap orang yang jujur.
Kesalahan ini mungkin terjadi jika pemeriksa tidak mempersiapkan peserta ujian dengan benar atau jika pemeriksa salah membaca data setelah ujian.
GridPop.ID (*)
Source | : | Kompas.com,Tribunnews.com |
Penulis | : | Lina Sofia |
Editor | : | Lina Sofia |
Komentar